Rabu, 23 April 2014
Bercinta Dengan Istri Pengusaha
Aku sedang menyantap makan siang di sebuah cafe yang terletak di lantai dasar gedung kantorku. Hari itu aku ditemani Pak Erwan, manajer IT perusahaanku dan Lia, sekretarisku. Biasanya aku makan siang hanya dengan Lia, sekretarisku, untuk kemudian dilanjutkan dengan acara bobo siang sejenak sebelum kembali lagi ke kantor. Tetapi hari itu sebelum aku pergi, Pak Erwan ingin bertemu untuk membicarakan proyek komputerisasi, sehingga aku ajak saja dia untuk bergabung menemaniku makan siang.
Aku dan Pak Erwan berbincang-bincang mengenai proyek implementasi software dan juga tambahan hardware yang diperlukan. Memang perusahaanku sedang ingin mengganti sistem yang lama, yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan yang terus berkembang. Sedangkan Lia sibuk mencatat pembicaraan kita berdua.
Sedang asyik-asyiknya menyantap steak yang kupesan, tiba-tiba HPku berbunyi. Kulihat caller idnya.. Dari Santi.
"Hallo Pak Robert. Kapan nih kesini lagi" suara merdu terdengar diseberang sana.
"Oh iya. Nanti sebentar lagi saya ke sana. Saya sedang makan siang nih. Bapak tunggu sebentar ya" jawabku.
"He.. He.. Sedang nggak bisa ngomong ya Pak" Santi menggoda.
"Betul Pak.. OK sampai ketemu sebentar lagi ya" kataku sambil menutup pembicaraan.
"Dari klien" kataku.
Aku sangat hati-hati tidak mau affairku dengan Santi tercium oleh mereka. Hal ini mengingat Pak Arief, suami Santi, adalah manajer keuangan di kantorku. Kebetulan Pak Arief ini sedang aku kirim training ke Singapore, sehingga aku bisa leluasa menikmati istrinya.
Seusai menikmati makan siang, aku berkata pada Lia bahwa aku akan langsung menuju tempat klienku. Seperti biasa, aku minta supaya aku tidak diganggu kecuali kalau ada emergency. Kamipun berpisah.. Mereka kembali ke lantai atas untuk bekerja, sedangkan aku langsung menuju tempat parkir untuk berangkat mengerjai istri orang he.. He..
Setelah kesal karena terjebak macet, sampai jugalah aku di rumah Santi. Hari sudah menjelang sore. Bayangkan saja, sudah beberapa jam aku di jalan tadi. Segera kuparkirkan Mercy silver metalik kesayanganku, dan memencet bel rumahnya. Santi sendiri yang membukakan pintu. Dia tersenyum gembira melihat kedatanganku.
"Aih.. Pak Robert kok lama sih" katanya.
"Iya.. Tadi macet total tuh.. Rumah kamu sih jauh.. Mungkin di peta juga nggak ada" candaku.
"Bisa aja Pak Robert.." jawab Santi sambil tertawa kecil.
Dia tampak cantik dengan baju "you can see" nya yang memperlihatkan lengannya yang mulus. Buah dadanya tampak semakin padat dibalik bajunya. Mungkin karena sudah beberapa hari ini aku remas dan hisap sementara suaminya aku "asingkan" di negeri tetangga.
Kamipun masuk ke dalam rumah dan aku langsung duduk di sofa ruang keluarganya. Santi menyuguhkan orange juice untuk menghilangkan dahagaku. Nikmat sekali meminum orange juice itu setelah lelah terjebak macet tadi. Dahagakupun langsung hilang, tetapi setelah melihat Santi yang cantik, dahagaku yang lainpun muncul. Aku masih bernafsu melihat Santi, meskipun telah lima hari berturut-turut aku setubuhi dia.
Kucium bibirnya sambil tanganku mengelus-elus pundaknya. Ketika aku akan membuka bajunya, dia menahanku.
"Pak.. Santi ada hadiah nih untuk bapak"
"Apaan nih?" jawabku senang.
"Ini ada teman Santi yang mau kenal sama bapak. Orangnya cantik banget."
Lalu dia bercerita kalau dia berkenalan dengan seorang wanita, Susan, saat dia sedang berolahraga di gym. Setelah mulai akrab, merekapun bercerita mengenai kehidupan seks mereka. Singkat cerita, Susan menawarkan untuk berpesta seks sambil bertukar pasangan di rumah mereka.
"Dia ingin coba ini bapak. Katanya belum pernah lihat yang sebesar punya Pak Robert" kata Santi sambil meraba-raba kemaluanku.
"Saya sih OK saja" jawabku riang.
"Oh ya.. Nanti pura-pura saja Pak Robert suamiku" kata Santi sambil pamit untuk menelpon kenalan barunya itu.
Aku dan Santi kemudian meluncur menuju rumah Susan di kawasan Kemang. Untung jalanan Jakarta sudah agak lengang. Tak lama kamipun sampai di rumahnya yang luas. Seorang satpam tampak membukakan pintu garasi. Santipun menjelaskan kalau kami sudah ada janji dengan majikannya. Susan menyambut kami dengan ramah.
"Ini perkenalkan suami saya"
Seorang laki-laki paruh baya dengan kepala agak botak memperkenalkan diri. Namanya Harry, seorang pengusaha properti yang sukses. Santipun memperkenalkan diriku pada mereka.
Aku kagum pada rumah mereka yang sangat luas. Dengan perabot-perabot yang mahal, juga koleksi lukisan-lukisan pelukis terkenal yang tergantung di dinding. Bayangkan saja betapa kayanya mereka, karena orang sekelas aku saja kagum melihat rumahnya yang sangat wah itu.
Tetapi aku lebih kagum melihat Susan. Wanita ini memang cantik sekali. Terutama kulitnya yang putih dan mulus sekali. Ibaratnya kalau dihinggapi nyamuk, si nyamuk akan jatuh tergelincir. Disamping itu bodynya tampak seksi sekali dengan buah dada yang besar dan bentuk tubuh yang padat. Sekilas mengingatkan aku pada bintang film panas di jaman tahun 80-an.. Entah siapa namanya itu.
Merekapun menyuguhkan makan malam. Kamipun bercerita basa-basi ngalor ngidul sambil menikmati hidangan yang disediakan. Ditengah makan malam itu, Santi pamit untuk ke toilet. Dengan matanya dia mengajakku untuk mengikuti dia.
"Pak, habis ini pulang aja yuk" kata Santi berbisik perlahan setelah keluar dari ruang makan.
"Kenapa?" tanyaku.
"Habisnya Santi nggak nafsu lihat Pak Harry itu. Sudah tua, botak, perutnya buncit lagi".
Aku tertawa geli dalam hati. Tetapi aku tentu saja tidak menyetujui permintaan Santi. Aku sudah ingin menikmati istri Pak Harry yang cantik sekali seperti boneka itu. Kupaksa saja Santi untuk kembali ke ruang makan.
Setelah makan, kamipun ke ruang keluarga sambil nonton video porno untuk membangkitkan gairah kami. Tak lama, seorang gadis pembantu kecil datang untuk menyuguhkan buah-buahan. Tetapi mungkin karena kaget melihat adegan di layar TV home theater itu, tanpa sengaja dia menjatuhkan gelas kristal sehingga pecah berkeping-keping. Kulihat tampak Susan melotot memarahi pembantunya itu, sedangkan si pembantu kecil itu tampak ketakutan sambil meminta maaf berkali-kali.
Adegan di TV tampak semakin hot saja. Tampak Pak Harry mulai mengerayangi tubuh Santi di sofa seberang. Sedangkan Santi tampak ogah-ogahan melayaninya.
"Sebentar Pak.. Santi mau lihat filmnya dulu"
Aku tersenyum mendengar alasan Santi ini. Sementara itu Susan minta ijin ke dapur sebentar. Akupun mencoba menikmati adegan di layar TV. Meskipun sebenarnya aku tidak perlu lihat yang seperti ini, mengingat tubuh Susan sudah sangat mengundang gairahku. Tak lama akupun merasa ingin buang air kecil, sehingga akupun pamitan ke belakang.
Setelah dari toilet, aku berjalan melintasi dapur untuk kembali ke ruang keluarga. Kulihat di dalam, Susan sedang berkacak pinggang memarahi gadis kecil pembantunya tadi.
"Ampun non.. Sri nggak sengaja" si gadis kecil memohon belas kasihan pada majikannya, Susan yang cantik itu.
"Nggak sengaja nggak sengaja. Enak saja kamu bicara ya. Itu gelas harganya lebih dari setahun gaji kamu tahu!!" bentak Susan.
"Gajimu aku potong. Biar tau rasa kamu.."
Si gadis kecil itu terdiam sambil terisak-isak. Sementara wajah Susan menampakkan kepuasan setelah mendamprat pembantunya habis-habisan. Mungkin betul kata orang, kalau wanita kurang dapat menyalurkan hasrat seksualnya, cenderung menjadi pemarah. Melihat adegan itu, aku kasihan juga melihat si gadis pembantu itu. Tetapi entah mengapa justru hasrat birahiku semakin timbul melihat Susan yang sepertinya lemah lembut dapat bersikap galak seperti itu.
"Dasar bedinde.. Verveillen!!" Susan masih terus berkacak pinggang memaki-maki pembantunya. Dengan tubuh yang putih bersih dan tinggi, kontras sekali melihat Susan berdiri di depan pembantunya yang kecil dan hitam.
"Ampun non.. Nggak akan lagi non.."
"Oh Pak Robert.." kata Susan ketika sadar aku berada di pintu dapur. Diturunkannya tangan dari pinggangnya dan beranjak ke arahku.
"Sedang sibuk ya?" godaku.
"Iya nih sedang kasih pelajaran ik punya pembantu" jawabnya sambil tersenyum manis.
"Yuk kita kembali" lanjutnya.
Kamipun kembali ke ruang keluarga. Kulihat Santi masih menonton adegan di layar sementara Pak Harry mengelus-elus pahanya. Aku dan Susanpun langsung berciuman begitu duduk di sofa. Aku melakukan "french kiss" dan Susanpun menyambut penuh gairah.
Kutelusuri lehernya yang jenjang sambil tanganku meremas buah dadanya yang membusung padat. Susanpun melenguh kenikmatan. Tangannya meremas-remas kemaluanku. Dia kemudian jongkok di depanku yang masih duduk di sofa, sambil membuka celanaku. Celana dalamku dielusnya perlahan sambil menatapku menggoda. Kemudian disibakkannya celana dalamku ke samping sehingga kemaluankupun mencuat keluar.
"Oh..my god.. Bener kata Santi.. Very big.. I like it.." katanya sambil menjilat kepala kemaluanku.
Kemudian dibukanya celana dalamku, sehingga kemaluankupun bebas tanpa ada penghalang sedikitpun di depan wajahnya. Dielus-elusnya seluruh kemaluan termasuk buah zakarku dengan tangannya yang halus. Tingkah lakunya seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru.
Kemaluankupun mulai dihisap mulut Susan dengan rakus. Sambil mengulum dan menjilati kemaluanku, Susan mengerang,emmhh.. emhh, seperti seseorang yang sedang memakan sesuatu yang sangat nikmat. Kuelus-elus rambutnya yang hitam dan diikat ke belakang itu.
Sambil menikmati permainan oral Susan, kulihat suaminya sedang mendapat handjob dari Santi. Tampak Santi mengocok kemaluan Pak Harry dengan cepat, dan tak lama terdengar erangan nikmat Pak Harry saat dia mencapai orgasmenya. Santipun kemudian meninggalkan Pak Harry, mungkin dia pergi ke toilet untuk membersihkan tangannya.
Sementara itu Susan masih dengan bernafsu menikmati kemaluanku yang besar. Memang kalau kubandingkan dengan kemaluan suaminya, ukurannya jauh berbeda. Apalagi setelah dia mengalami orgasme, tampak kemaluan Pak Harry sangat kecil dan tertutup oleh lemak perutnya yang buncit itu. Tak heran bila istrinya sangat menikmati kemaluanku.
Tak lama Santipun kembali muncul di ruang itu, dan menghampiriku. Susan masih berjongkok di depanku sambil mempermainkan lidahnya di batang kemaluanku. Santi duduk di sampingku dan mulai menciumiku. Dibukanya bajuku dan puting dadakupun dihisapnya. Nikmat sekali rasanya dihisap oleh dua wanita cantik istri orang ini. Seorang di atas yang lainnya di bawah. Sementara Pak Harry tampak menikmati pemandangan ini sambil berusaha membangkitkan kembali senjatanya yang sudah loyo.
Kuangkat baju Santi dan juga BHnya, sehingga buah dadanya menantang di depan wajahku. Langsung kuhisap dan kujilati putingnya. Sementara tanganku yang satu meremas buah dadanya yang lain. Sementara Susan masih mengulum dan menjilati kemaluanku.
Setelah puas bermain dengan kemaluanku, Susan kemudian berdiri. Dia kemudian melepaskan pakaiannya hingga hanya kalung berlian dan hak tingginya saja yang masih melekat di tubuhnya. Buah dadanya besar dan padat menjulang, dengan puting yang kecil berwarna merah muda. Aku terkagum dibuatnya, sehingga kuhentikan kegiatanku menghisapi buah dada Santi. Susan kemudian menghampiriku dan kamipun berciuman kembali dengan bergairah.
"Ayo isap susu ik " pintanya sambil menyorongkan buah dada sebelah kanannya ke mulutku. Tak perlu dikomando lagi langsung kuterkam buah dadanya yang kenyal itu. Kuremas, kuhisap dan kujilati sepuasnya. Susanpun mengerang kenikmatan.
Setelah itu, dia kembali berdiri dan kemudian berbalik membelakangiku. Diapun jongkok sambil mengarahkan kemaluanku ke dalam vaginanya yang berambut tipis itu. Kamipun bersetubuh dengan tubuhnya duduk di atas kemaluanku menghadap suaminya yang masih berusaha membangunkan perkakasnya kembali. Kutarik tubuhnya agak kebelakang sehingga aku dapat menciumi kembali bibirnya dan wajahnya yang cantik itu.
"Eh.. Eh.. Eh.." dengus Susan setiap kali aku menyodokkan kemaluanku ke dalam vaginanya. Aku terus menyetubuhinya sambil meremas-remas buah dadanya dan sesekali menjilati dan menciumi pundaknya yang mulus.
Sementara itu Santi bersimpuh di ujung sofa sambil meraba-raba buah zakarku, sementara aku sedang menyetubuhi Susan. Terkadang dikeluarkannya kemaluanku dari vagina Susan untuk kemudian dikulumnya. Setelah itu Santi memasukkan kembali kemaluanku ke dalam liang surga Susan.
Setelah beberapa menit, aku berdiri dan kuminta Susan untuk menungging di sofa. Aku ingin menggenjot dia dari belakang. Kusetubuhi dia "doggy-style" sampai kalung berlian dan buah dadanya yang besar bergoyang-goyang menggemaskan. Kadang kukeluarkan kemaluanku dan kusodorkan ke mulut Santi yang dengan lahap menjilati dan mengulumnya. Benar-benar nikmat rasanya menyetubuhi dua wanita cantik ini.
"Ahh.. Yes.. Yes.. Aha.. Aha.. That's right.. Aha.. Aha.." begitu erangan Susan menahan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya. Hal itu menambah suasana erotis di ruangan itu.
Sementara Pak Harry rupanya telah berhasil membangunkan senjatanya. Dihampirinya Santi dan ditariknya menuju sofa yang lain di ruangan itu. Santipun mau tak mau mengikuti kemauannya. Memang sudah perjanjian bahwa aku bisa menikmati istrinya sedangkan Pak Harry bisa menikmati "istriku".
Sementara itu, aku masih menggenjot Susan secara doggy-style. Sesekali kuremas buah dadanya yang berayun-ayun akibat dorongan tubuhku. Kulihat Pak Harry tampak bernafsu sekali menyetubuhi Santi dengan gaya missionary. Tak beberapa lama kudengar erangan Pak Harry. Rupanya dia sudah mencapai orgasme yang kedua kalinya.
Santipun tampak kembali pergi meninggalkan ruangan. Sementara aku masih menyetubuhi Susan dari belakang sambil berkacak pinggang. Setelah itu kubalikkan badannya dan kusetubuhi dia lagi, kali ini dari depan. Sesekali kuciumi wajah dan buah dadanya, sambil terus kugenjot vaginanya yang sempit itu.
"Ohh.. Aha.. Aha.. Ohh god.. I love your big cock.." Susan terus meracau kenikmatan.
Tak lamapun tubuhnya mengejang dan dia menjerit melepaskan segala beban birahinya. Akupun sudah hampir orgasme. Aku berdiri di depannya dan kusuruh dia menghisap kemaluanku kembali. Sementara, aku lirik ke arah Pak Harry, dia sedang memperhatikan istrinya mengulumi kemaluanku. Kuremas rambut Susan dengan tangan kiriku, dan aku berkacak pinggang dengan tangan kananku.
Tak lama akupun menyemburkan cairan ejakulasiku ke mulut Susan. Diapun menelan spermaku itu, walaupun sebagian menetes mengenai kalung berliannya. Diapun menjilati bersih kemaluanku.
"Thanks Robert.. I really enjoyed it" katanya sambil membersihkan bekas spermaku di dadanya.
"No problem Susan.. I enjoyed it too.. Very much" balasku.
Setelah itu, kamipun kembali mengobrol beberapa saat sambil menikmati desert yang disediakan. Kamipun berjanji untuk melakukannya lagi dalam waktu dekat.
Dalam perjalanan pulang, Santi tampak kesal. Dia diam saja di dalam mobil. Akupun tidak begitu menghiraukannya karena aku sangat puas dengan pengalamanku tadi. Akupun bersenandung kecil mengikuti alunan suara Al Jarreau di tape mobilku.
"We're in this love together.."
"Kenapa sih sayang?" tanyaku ketika kami telah sampai di depan rumahnya.
"Pokoknya Santi nggak mau lagi deh" katanya.
"Habis Santi nggak suka sama Pak Harry. Udah gitu mainnya cepet banget. Santi nanggung nih."
Akupun tertawa geli mendengarnya.
"Kok ketawa sih Pak Robert.. Ayo.. Tolongin Santi dong.. Santi belum puas.. Tadi Santi horny banget lihat bapak sama Susan make love" rengeknya.
"Wah sudah malam nih.. Besok aja ya.. Lagian saya ada janji sama orang".
"Ah.. Pak Robert jahat.." kata Santi merengut manja.
"Besok khan masih ada sayang" hiburku.
"Tapi janji besok datang ya.." rengeknya lagi saat keluar dari mobilku.
"OK so pasti deh.. Bye"
Sebenarnya aku tidak ada janji dengan siapa-siapa lagi malam itu. Hanya saja aku segan memakai Santi setelah dia disetubuhi Pak Harry tadi. Setidak-tidaknya dia harus bersih-bersih dulu.. He.. He.. Mungkin besok pagi saja aku akan menikmatinya kembali, karena Pak Arief toh masih beberapa hari lagi di luar negeri.
Kukebut mobilku mengarungi jalan tol di dalam kota. Semoga saja aku masih dapat melihat film bagus tayangan HBO di TV nanti.
Selingkuh Denga Suami Temanku
Namaku Ratih, asalku dari Surabaya. Umurku 26 tahun dan sudah lulus dari
sebuah universitas terkenal di Yogyakarta. Selama kuliah aku punya
teman kuliah yang bernama Iva. Iva adalah teman dekatku, dia berasal
dari Medan. Kami seumur, tinggi kami hampir sama, bahkan potongan rambut
kami sama, hanya Iva pakai kacamata sedangkan aku tidak. Kadang-kadang
teman-teman menyebut kami sebagai saudara kembar. Kami juga lulus pada
saat yang bersamaan. Satu-satunya yang berbeda dari kami ialah selama
setahun kuliah terakhir, Iva sudah bertunangan dengan Ari, seorang
kakak kelasku sedangkan aku masih berpacaran dengan Andy, juga kakak
kelasku.
Salah satu persamaan lainnya ialah bahwa saat lulus itu kami sama-sama sudah tidak perawan lagi. Kami saling terbuka dalam hal ini, artinya kami saling bercerita mulai dari hal-hal yang mendalam misalnya tentang perasaan, kegelisahan dan hal-hal lain tentang kami dan pacar-pacar kami. Atau terkadang tentang hal-hal yang nakal misalnya bagian-bagian erotis atau ukuran vital dari pacar-pacar kami, sehingga darinya aku tahu bahwa milik Ari lebih panjang 3 cm dibandingkan milik Andy. Dengan lugas kadang-kadang Iva bercerita bahwa dia tidak pernah merasakan seluruh panjang batang milik Ari, diceritakannya pula bahwa Ari tidak pernah bisa lebih lama dari 3 menit setiap kali berhubungan badan dengannya. Meski begitu dia selalu merasa puas.
Kadang-kadang aku merasa iri juga dengan anugrah yang didapat Iva. Meskipun sebenarnya 15 cm milik Andy pun sudah cukup panjang, tapi membayangkan 18 cm milik Ari terkadang cukup membuatku gundah. Belum lagi aku mengingat-ingat tak pernah Andy sanggup bertahan lebih lama dari hitungan menit, mungkin karena aku dan Andy selalu melakukan pemanasannya lama dan menggebu-gebu (kadang-kadang malah aku atau Andy sudah lebih dulu orgasme pada tahap ini), jadi ketika saat penetrasi sudah tinggal keluarnya saja. Meskipun kadang-kadang cukup memuaskan tetapi rasanya masih saja ada yang kurang. Belum lagi secara fisik, Ari lebih baik dari Andy dari penilaian obyektifku. Semua perasaan itu tersimpan di diriku sekian lama selama aku masih sering berhubungan dengan Iva, yang artinya juga sering bertemu dengan Ari.
Tepat sebulan setelah lulus, Iva menikah dengan Ari. Lalu mereka berdua pindah ke Medan, sedangkan aku sendiri bekerja di sebuah perusahaan multinasional di Yogyakarta. Beberapa lama kami sering berkirim kabar baik lewat email maupun telepon. Iva sering menuliskan apa saja yang sudah dilakukannya dalam kehidupan suami istrinya. Diceritakannya betapa sering mereka berdua berhubungan intim, sebulan pertama jika dirata-rata bisa lebih dari 1 kali sehari. Dengan nada cekikikan sering juga diceritakannya bahwa memang milik Ari terlalu panjang untuk kedalamannya, bahwa semakin lama Ari semakin tahan lama dalam melakukannya yang oleh karenanya mereka sering terlambat bangun pagi karena semalaman melakukannya sampai dini hari. Juga dengan nada menggoda, diceritakannya betapa hangat semprotan sperma di dalam liang kemaluan.
Cerita yang terakhir ini sungguh merangsangku, karena meskipun telah melakukannya, aku belum pernah merasakan hal itu. Selalu Andy mengeluarkan spermanya di luar atau dia memakai kondom. Di perut atau paha memang sering kurasakan hangatnya cairan itu, tetapi di dalam liang kemaluan memang belum. Singkat kata semakin banyak yang diceritakannya semakin membuatku ingin segera menikah. Masalahnya Andy masih ingin menyelesaikan studi S2-nya yang mungkin kurang dari setahun lagi selesai.
Beberapa bulan kemudian Iva mengabarkan bahwa dia sudah hamil sekian bulan. Semakin bertambah umur kandungannya semakin sedikit cerita-cerita erotisnya. Ketika kandungan sudah beranjak lebih dari 7 bulan, dia bercerita bahwa mereka sudah tidak pernah berhubungan seks lagi. Kadang-kadang dia bercerita bahwa sesekali dia me-masturbasi-kan Ari, karena meskipun secara klinis mereka masih boleh berhubungan seks tapi mereka khawatir. Jadi Ari terpaksa berpuasa. Sekian bulan kemudian lahirlah putra pertamanya, Iva mengabarkan kepadaku berita gembira itu. Kebetulan sekali perusahaanku mempunyai kebijaksanaan adanya liburan akhir tahun selama dua minggu lebih. Sehingga aku memutuskan untuk pergi ke Medan untuk menjenguknya. Andy terpaksa tidak bisa ikut karena dia sedang hangat-hangatnya menyelesaikan tesisnya.
Jadilah aku pergi sendirian ke Medan dan segera naik taksi menuju rumahnya. Rumah Iva adalah sebuah rumah yang besar untuk ukuran sebuah keluarga kecil. Rumah itu adalah hadiah dari orang tua Iva yang memang kaya raya. Letaknya agak keluar kota dan berada di dekat area persawahan dengan masih beberapa rumah saja yang ada di sekitarnya. Ketika aku datang, di rumahnya penuh dengan keluarga-keluarganya yang berdatangan menjenguknya. Ari sedang menyalami semua orang ketika aku datang.
"Ratih, apa kabar? Sudah ditunggu-tunggu tuh!" dia memelukku dengan hangat.
Kemudian dia mengenalkanku kepada keluarga-keluarga yang datang. Aku pun menyalami mereka satu persatu. Mereka ramah-ramah sekali. Ari bercerita bahwa aku adalah saudara kembarnya Iva selama kuliah. Keluarganya saling tersenyum dan berkomentar sana sini.
Sekian saat berbasa basi, Ari segera mengantarku masuk rumah dan langsung menuju kamar Iva. Tampak Iva lebih gemuk dan di sampingnya tampak bayi lucu itu.
"Iva sayang, apa kabar?" aku mencium keningnya dan memeluknya hangat.
"Sudah siap-siap begituan lagi ya?" aku berbisik di telinganya yang dijawabnya dengan cubitan kecil di lenganku.
"Sstt.. harus disempitin dulu nih!" dia menjawab dengan berbisik pula sambil menggerakkan bola matanya ke bawah, aku tertawa.
Singkat kata, hari itu kami isi dengan berbasa-basi dengan keluarganya. Aku akhirnya menginap di rumahnya itu karena semua keluarga menyarankan begitu. Iva dan Ari pun tak keberatan. Aku diberi kamar yang besar di ujung ruangan tengahnya. Rumahnya mempunyai 6 kamar besar dengan kamar mandi sendiri dan baru satu saja yang telah diisi olehnya dan Ari. Hari itu sampai malam kami isi dengan mengobrol di kamarnya menemani sang bayi yang baru saja tidur. Sementara Ari menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai dosen di ruang kerjanya.
Akhirnya aku menyarankannya istirahat.
"Sudah kamu istirahat dulu deh Va!"
"He eh deh, lelah sekali hari ini aku! Kamu masih suka melek sampai malam?"
"Iya nih!"
"Itu ada banyak film di rak! Masih baru lho!"
"Oke deh! Sekali lagi selamat ya!" kucium keningnya.
Aku keluar kamar dan menutupnya perlahan. Ari bercelana pendek dan berkaos oblong baru saja keluar dari ruang kerjanya.
"Mau tidur?"
"Sebenarnya aku sudah lelah, tapi mataku tidak bisa terpejam sebelum jam 2 malam nih! Katanya punya banyak film?"
"Itu di rak, buka aja!"
"Oke deh!"
Ari masuk kamar Iva. Kupilih satu film, judulnya aku lupa, lalu kuputar. Beberapa saat kemudian Ari keluar kamar dan tersenyum.
"Masih dengan kebiasaan lama? Melek sampai malam!"
"He eh nih!"
"Gimana kabarnya Andy?"
"Dua bulan lagi selesai tesisnya! Terus kami mau menikah, kalian datang ya!"
"Oh pasti! Mau minum, aku buatin apa?"
"Apa aja deh!"
Sebentar kemudian Ari keluar dengan dua botol soft drink di tangannya.
"Pembantu pada kelelahan nih! Jadi ini saja ya!"
"Makasih!" aku ambil satu dan meminumnya langsung, rasanya segar sekali.
"Kalo ada perlu aku lagi ngerjain proyek nih di ruang kerja", ketika Ari beranjak sekilas aku melihat tatapan yang belum pernah kulihat darinya, sekilas saja.
"Oke, makasih!"
Tak berapa lama aku melihat film itu, mataku ternyata tidak seperti biasa, tiba-tiba terasa berat sekali. Aku segera matikan player itu, berjalan ke depan ke ruang kerja Ari.
"Ari, aku tidur dulu deh! sudah kumatiin semua!"
"Oke deh, istirahat dulu ya!"
Aku segera masuk kamar, menutup pintu, segera ganti baju dengan kaos tanpa bra dan celana pendek saja dan langsung ambruk di atas ranjang. Aku masih sempat mematikan lampu dan menggantinya dengan lampu tidur yang remang-remang. Aku langsung terlelap, saat itu mungkin sekitar pukul satu dinihari.
Tak terasa berapa lama aku tidur, ketika aku merasakan sesuatu menindihku. Aku terbangun dan masih belum sadar ada apa, ketika seseorang menindihku dengan kuat. Nafasnya terasa hangat memburu di wajahku. Ketika sepenuhnya sadar aku tahu bahwa Ari sedang di atas tubuhku dan sedang menggeranyangiku dengan ganas, mengelus-elus pahaku dan mencoba mencium bibirku. Beberapa lama aku tidak tahu harus bagaimana. Jika aku berteriak, aku kasihan pada Iva, jika sampai dia tahu. Selain itu sosok Ari telah kukenal dekat sehingga aku tak perlu menjerit untuk membuatnya tidak melakukan itu.
"Ar, kamu apa-apaan?" kataku sambil mencoba mendorongnya dari tubuhku.
"Bantulah aku Rat! Telah lama sekali!" sambil berkata begitu dia terus menggeranyangi tubuhku.
Tangannya mendarat dengan mantap di atas payudaraku dan meremas-remasnya. Jika saja aku tadi masih memakai BH-ku mungkin rasanya akan lain. Tapi kali itu hanya kain kaos yang tipis saja yang memisahkannya dengan tangannya. Selain itu samar-samar kurasakan sesuatu yang mengeras menimpa pahaku. Aku tidak asing lagi dengan benda itu. batang kemaluannya telah tegang penuh."Ari..!" dia mencoba menciumku. Entah antara ingin mengatakan sesuatu atau ingin menghindar, aku malah menempatkan bibirku tepat di bibirnya. Yang terjadi kemudian aku malah membalas lumatannya yang ganas sekali. Beberapa lama itu dilakukannya, cukup untuk membuat puting susuku mengeras, yang kuyakin dirasakannya di dadanya.
"Kalo Iva tahu gimana dong?"
"Ayolah sebentar saja tak akan membuatnya tahu!" bisik Ari.
Entah untuk mencari pembenaran atas keinginan terpendamku atau mencoba untuk terlihat tidak terlalu permisif akhirnya yang keluar dari mulutku adalah, "Ar.. aku akan melakukannya untuk Iva!"
Seperti bendungan jebol, Ari langsung kembali melumatku dengan ganas. Aku pun tampaknya memang telah terhanyut oleh perbuatannya, sehingga langsung membalas lumatan bibirnya. Tampaknya dalam hal beginian Andy lebih jagoan, dia bisa membuatku basah kuyup hanya dengan ciumannya. Sedangkan Ari tampak tersengat ketika aku langsung membalas lumatan bibirnya dengan ganas.
Beberapa lama kami melakukan lumatan-lumatan itu, kemudian Ari bangkit dari atas tubuhku dan berlutut di antara pahaku. Dia kemudian menarik kaosku ke atas tanpa melepasnya dari tubuhku sehingga payudaraku terbuka, terasa dingin oleh AC. Beberapa saat kemudian aku merasakan jemarinya kembali meremas-remasnya perlahan, bukan itu saja kemudian aku merasakan bibirnya mendarat dengan mulus memilin-milin puting susuku yang kurasakan semakin mengeras. Tapi sebenarnya sebagian kecil tubuhku masih menolak perbuatannya itu, mengingat kedekatanku dengan Iva. Meski begitu sebagian besar lainnya tak bisa menolak rangsangan-rangsangan itu.
Salah satu persamaan lainnya ialah bahwa saat lulus itu kami sama-sama sudah tidak perawan lagi. Kami saling terbuka dalam hal ini, artinya kami saling bercerita mulai dari hal-hal yang mendalam misalnya tentang perasaan, kegelisahan dan hal-hal lain tentang kami dan pacar-pacar kami. Atau terkadang tentang hal-hal yang nakal misalnya bagian-bagian erotis atau ukuran vital dari pacar-pacar kami, sehingga darinya aku tahu bahwa milik Ari lebih panjang 3 cm dibandingkan milik Andy. Dengan lugas kadang-kadang Iva bercerita bahwa dia tidak pernah merasakan seluruh panjang batang milik Ari, diceritakannya pula bahwa Ari tidak pernah bisa lebih lama dari 3 menit setiap kali berhubungan badan dengannya. Meski begitu dia selalu merasa puas.
Kadang-kadang aku merasa iri juga dengan anugrah yang didapat Iva. Meskipun sebenarnya 15 cm milik Andy pun sudah cukup panjang, tapi membayangkan 18 cm milik Ari terkadang cukup membuatku gundah. Belum lagi aku mengingat-ingat tak pernah Andy sanggup bertahan lebih lama dari hitungan menit, mungkin karena aku dan Andy selalu melakukan pemanasannya lama dan menggebu-gebu (kadang-kadang malah aku atau Andy sudah lebih dulu orgasme pada tahap ini), jadi ketika saat penetrasi sudah tinggal keluarnya saja. Meskipun kadang-kadang cukup memuaskan tetapi rasanya masih saja ada yang kurang. Belum lagi secara fisik, Ari lebih baik dari Andy dari penilaian obyektifku. Semua perasaan itu tersimpan di diriku sekian lama selama aku masih sering berhubungan dengan Iva, yang artinya juga sering bertemu dengan Ari.
Tepat sebulan setelah lulus, Iva menikah dengan Ari. Lalu mereka berdua pindah ke Medan, sedangkan aku sendiri bekerja di sebuah perusahaan multinasional di Yogyakarta. Beberapa lama kami sering berkirim kabar baik lewat email maupun telepon. Iva sering menuliskan apa saja yang sudah dilakukannya dalam kehidupan suami istrinya. Diceritakannya betapa sering mereka berdua berhubungan intim, sebulan pertama jika dirata-rata bisa lebih dari 1 kali sehari. Dengan nada cekikikan sering juga diceritakannya bahwa memang milik Ari terlalu panjang untuk kedalamannya, bahwa semakin lama Ari semakin tahan lama dalam melakukannya yang oleh karenanya mereka sering terlambat bangun pagi karena semalaman melakukannya sampai dini hari. Juga dengan nada menggoda, diceritakannya betapa hangat semprotan sperma di dalam liang kemaluan.
Cerita yang terakhir ini sungguh merangsangku, karena meskipun telah melakukannya, aku belum pernah merasakan hal itu. Selalu Andy mengeluarkan spermanya di luar atau dia memakai kondom. Di perut atau paha memang sering kurasakan hangatnya cairan itu, tetapi di dalam liang kemaluan memang belum. Singkat kata semakin banyak yang diceritakannya semakin membuatku ingin segera menikah. Masalahnya Andy masih ingin menyelesaikan studi S2-nya yang mungkin kurang dari setahun lagi selesai.
Beberapa bulan kemudian Iva mengabarkan bahwa dia sudah hamil sekian bulan. Semakin bertambah umur kandungannya semakin sedikit cerita-cerita erotisnya. Ketika kandungan sudah beranjak lebih dari 7 bulan, dia bercerita bahwa mereka sudah tidak pernah berhubungan seks lagi. Kadang-kadang dia bercerita bahwa sesekali dia me-masturbasi-kan Ari, karena meskipun secara klinis mereka masih boleh berhubungan seks tapi mereka khawatir. Jadi Ari terpaksa berpuasa. Sekian bulan kemudian lahirlah putra pertamanya, Iva mengabarkan kepadaku berita gembira itu. Kebetulan sekali perusahaanku mempunyai kebijaksanaan adanya liburan akhir tahun selama dua minggu lebih. Sehingga aku memutuskan untuk pergi ke Medan untuk menjenguknya. Andy terpaksa tidak bisa ikut karena dia sedang hangat-hangatnya menyelesaikan tesisnya.
Jadilah aku pergi sendirian ke Medan dan segera naik taksi menuju rumahnya. Rumah Iva adalah sebuah rumah yang besar untuk ukuran sebuah keluarga kecil. Rumah itu adalah hadiah dari orang tua Iva yang memang kaya raya. Letaknya agak keluar kota dan berada di dekat area persawahan dengan masih beberapa rumah saja yang ada di sekitarnya. Ketika aku datang, di rumahnya penuh dengan keluarga-keluarganya yang berdatangan menjenguknya. Ari sedang menyalami semua orang ketika aku datang.
"Ratih, apa kabar? Sudah ditunggu-tunggu tuh!" dia memelukku dengan hangat.
Kemudian dia mengenalkanku kepada keluarga-keluarga yang datang. Aku pun menyalami mereka satu persatu. Mereka ramah-ramah sekali. Ari bercerita bahwa aku adalah saudara kembarnya Iva selama kuliah. Keluarganya saling tersenyum dan berkomentar sana sini.
Sekian saat berbasa basi, Ari segera mengantarku masuk rumah dan langsung menuju kamar Iva. Tampak Iva lebih gemuk dan di sampingnya tampak bayi lucu itu.
"Iva sayang, apa kabar?" aku mencium keningnya dan memeluknya hangat.
"Sudah siap-siap begituan lagi ya?" aku berbisik di telinganya yang dijawabnya dengan cubitan kecil di lenganku.
"Sstt.. harus disempitin dulu nih!" dia menjawab dengan berbisik pula sambil menggerakkan bola matanya ke bawah, aku tertawa.
Singkat kata, hari itu kami isi dengan berbasa-basi dengan keluarganya. Aku akhirnya menginap di rumahnya itu karena semua keluarga menyarankan begitu. Iva dan Ari pun tak keberatan. Aku diberi kamar yang besar di ujung ruangan tengahnya. Rumahnya mempunyai 6 kamar besar dengan kamar mandi sendiri dan baru satu saja yang telah diisi olehnya dan Ari. Hari itu sampai malam kami isi dengan mengobrol di kamarnya menemani sang bayi yang baru saja tidur. Sementara Ari menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai dosen di ruang kerjanya.
Akhirnya aku menyarankannya istirahat.
"Sudah kamu istirahat dulu deh Va!"
"He eh deh, lelah sekali hari ini aku! Kamu masih suka melek sampai malam?"
"Iya nih!"
"Itu ada banyak film di rak! Masih baru lho!"
"Oke deh! Sekali lagi selamat ya!" kucium keningnya.
Aku keluar kamar dan menutupnya perlahan. Ari bercelana pendek dan berkaos oblong baru saja keluar dari ruang kerjanya.
"Mau tidur?"
"Sebenarnya aku sudah lelah, tapi mataku tidak bisa terpejam sebelum jam 2 malam nih! Katanya punya banyak film?"
"Itu di rak, buka aja!"
"Oke deh!"
Ari masuk kamar Iva. Kupilih satu film, judulnya aku lupa, lalu kuputar. Beberapa saat kemudian Ari keluar kamar dan tersenyum.
"Masih dengan kebiasaan lama? Melek sampai malam!"
"He eh nih!"
"Gimana kabarnya Andy?"
"Dua bulan lagi selesai tesisnya! Terus kami mau menikah, kalian datang ya!"
"Oh pasti! Mau minum, aku buatin apa?"
"Apa aja deh!"
Sebentar kemudian Ari keluar dengan dua botol soft drink di tangannya.
"Pembantu pada kelelahan nih! Jadi ini saja ya!"
"Makasih!" aku ambil satu dan meminumnya langsung, rasanya segar sekali.
"Kalo ada perlu aku lagi ngerjain proyek nih di ruang kerja", ketika Ari beranjak sekilas aku melihat tatapan yang belum pernah kulihat darinya, sekilas saja.
"Oke, makasih!"
Tak berapa lama aku melihat film itu, mataku ternyata tidak seperti biasa, tiba-tiba terasa berat sekali. Aku segera matikan player itu, berjalan ke depan ke ruang kerja Ari.
"Ari, aku tidur dulu deh! sudah kumatiin semua!"
"Oke deh, istirahat dulu ya!"
Aku segera masuk kamar, menutup pintu, segera ganti baju dengan kaos tanpa bra dan celana pendek saja dan langsung ambruk di atas ranjang. Aku masih sempat mematikan lampu dan menggantinya dengan lampu tidur yang remang-remang. Aku langsung terlelap, saat itu mungkin sekitar pukul satu dinihari.
Tak terasa berapa lama aku tidur, ketika aku merasakan sesuatu menindihku. Aku terbangun dan masih belum sadar ada apa, ketika seseorang menindihku dengan kuat. Nafasnya terasa hangat memburu di wajahku. Ketika sepenuhnya sadar aku tahu bahwa Ari sedang di atas tubuhku dan sedang menggeranyangiku dengan ganas, mengelus-elus pahaku dan mencoba mencium bibirku. Beberapa lama aku tidak tahu harus bagaimana. Jika aku berteriak, aku kasihan pada Iva, jika sampai dia tahu. Selain itu sosok Ari telah kukenal dekat sehingga aku tak perlu menjerit untuk membuatnya tidak melakukan itu.
"Ar, kamu apa-apaan?" kataku sambil mencoba mendorongnya dari tubuhku.
"Bantulah aku Rat! Telah lama sekali!" sambil berkata begitu dia terus menggeranyangi tubuhku.
Tangannya mendarat dengan mantap di atas payudaraku dan meremas-remasnya. Jika saja aku tadi masih memakai BH-ku mungkin rasanya akan lain. Tapi kali itu hanya kain kaos yang tipis saja yang memisahkannya dengan tangannya. Selain itu samar-samar kurasakan sesuatu yang mengeras menimpa pahaku. Aku tidak asing lagi dengan benda itu. batang kemaluannya telah tegang penuh."Ari..!" dia mencoba menciumku. Entah antara ingin mengatakan sesuatu atau ingin menghindar, aku malah menempatkan bibirku tepat di bibirnya. Yang terjadi kemudian aku malah membalas lumatannya yang ganas sekali. Beberapa lama itu dilakukannya, cukup untuk membuat puting susuku mengeras, yang kuyakin dirasakannya di dadanya.
"Kalo Iva tahu gimana dong?"
"Ayolah sebentar saja tak akan membuatnya tahu!" bisik Ari.
Entah untuk mencari pembenaran atas keinginan terpendamku atau mencoba untuk terlihat tidak terlalu permisif akhirnya yang keluar dari mulutku adalah, "Ar.. aku akan melakukannya untuk Iva!"
Seperti bendungan jebol, Ari langsung kembali melumatku dengan ganas. Aku pun tampaknya memang telah terhanyut oleh perbuatannya, sehingga langsung membalas lumatan bibirnya. Tampaknya dalam hal beginian Andy lebih jagoan, dia bisa membuatku basah kuyup hanya dengan ciumannya. Sedangkan Ari tampak tersengat ketika aku langsung membalas lumatan bibirnya dengan ganas.
Beberapa lama kami melakukan lumatan-lumatan itu, kemudian Ari bangkit dari atas tubuhku dan berlutut di antara pahaku. Dia kemudian menarik kaosku ke atas tanpa melepasnya dari tubuhku sehingga payudaraku terbuka, terasa dingin oleh AC. Beberapa saat kemudian aku merasakan jemarinya kembali meremas-remasnya perlahan, bukan itu saja kemudian aku merasakan bibirnya mendarat dengan mulus memilin-milin puting susuku yang kurasakan semakin mengeras. Tapi sebenarnya sebagian kecil tubuhku masih menolak perbuatannya itu, mengingat kedekatanku dengan Iva. Meski begitu sebagian besar lainnya tak bisa menolak rangsangan-rangsangan itu.
Beberapa saat Ari bermain-main dengan puting dan gundukan payudaraku.
Kemudian dia bangkit dan menarik lepas celana pendek dan celana dalamku.
Dengan segera aku merasakan tangannya membuka kedua pahaku dan
sebentar kemudian kurasakan jemarinya menyapu permukaan liang
kemaluanku. Ujung-ujung jemarinya mengelus-elus klitorisku dengan
cepat, cukup cepat untuk membuat rangsangan bagiku. Walau begitu tetap
saja gelitikannya semakin merangsangku.
Tak berapa lama dia kembali berhenti. Sekali lagi dalam hal pemanasan ini Andy masih lebih baik dibandingkan Ari. Dalam keremangan, aku melihatnya berdiri dan menarik celana pendek dan kaos oblongnya sehingga Ari akhirnya telanjang bulat. Justru di sinilah nafsuku langsung naik dengan sangat cepat demi menyaksikan tubuhnya di dalam keremangan lampu tidur di kamar itu. Sesuatu di tengah tubuhnya langsung membakarku, batang kemaluan yang sedang tegang dan tampak sedikit melengkung ke atas. Bentuknya yang gemuk, panjang dan berkepala bonggol itu langsung menggelitikkan rasa terangsang yang amat sangat mengalir dari mata dengan cepat langsung menggetarkan selangkanganku.
Aku segera saja merasa gelisah dan tak sabar.
"Ar.. Ke sini deh!"
Dengan bertelanjang bulat, Ari berjalan mendekat kepadaku dan naik ranjang, langsung berlutut di samping tubuhku, batang kemaluannya yang tegak itu tampak jauh lebih besar jika dilihat dari baliknya.
"Ada apa Rat?"
"Kadang-kadang aku punya impian yang bahkan Iva pun tak tahu apa itu?"
"Apa coba?"
"Jangan diketawain ya. Iva sering bercerita tentang ini! Dan kadang-kadang timbul keinginan untuk sekedar memandangnya", sambil berkata begitu kuraih batang kemaluannya itu dan kugenggam erat batang dan sebagian kepalanya sehingga seperti kalau sedang memegang persneling mobil. Ari tampak sedikit gugup ketika genggamanku mendarat mulus di batang kemaluannya tanpa diduga-duga olehnya. Tubuhnya seperti terdorong ke belakang sedikit sehingga semakin mengangkat posisi batang kemaluannya dari posisi berlututnya. Beberapa saat aku merasakan kerasnya batang kemaluannya itu.
Pantas sekali kalau Iva begitu membangga-banggakannya. Dan emang selisih tiga centi terasa sekali secara visual.
"Nih sudah, kamu boleh apain aja deh! Oh ya Iva sudah cerita apa saja ke kamu?"
"Banyak pokoknya!"
"Kalo sama punya Andy?"
"No comment deh!" nada bicaraku agak mendesah.
Ari tersenyum dan bangkit dari sampingku terus membuka pahaku dan mulai mengambil posisi. Ketika bangkit aku melihat pinggulnya seperti bertangkai oleh cuatan batang kemaluannya itu. Dia memandangku sebentar, kubalas dengan pandangan yang sama.
"Pelan-pelan ya Ar!"
"Lho, sudah pernah khan?"
"Iya, tapi.."
"Tidak segini ya?" Dia kembali tersenyum.
Aku cuma tersenyum kecut demi ketahuan kalau punya Andy tidak sebesar punyanya. Perlahan-lahan Ari mengangkat kedua pahaku dan menyusupkan lututnya yang tertekuk di bawahnya sehingga ketika dia meletakkan pahaku kembali keduanya menumpang di atas paha atasnya yang penuh rambut. Dengan posisi seperti itu selangkangannya langsung berhadapan dengan selangkanganku yang agak mendongak ke atas karena posisi pahaku. Aku hanya bisa menunggu seperti apakah rasanya. Aku merasakan perlahan-lahan Ari membuka sekumpulan rambut kemaluanku yang rimbun di bawah sana dan beberapa saat kemudian sesuatu yang tumpul menggesek-gesek daging di antara sekumpulan itu dengan gerakan ke atas dan ke bawah menyapu seluruh permukaannya, dari klitoris sampai ke lubang kemaluanku. Rasa terangsangku segera memuncak kembali merasakan sensasi baru itu.
"Ayolah Ar, keburu bangun!"
"Ini baru jam 3.15"
"Iya siapa tahu?"
Perlahan-lahan aku merasakan gesekan kepala batang kemaluannya tadi berhenti di area dekat lubangku tepat pada posisi membuka bibir-bibir labiaku sehingga langsung berhadapan dengan lubang di bawahnya itu. Sesaat kemudian sesuatu yang besar dan tumpul serta hangat menyodoknya perlahan-lahan. Tanpa hambatan yang terlalu kuat, kepalanya langsung masuk diikuti batangnya perlahan-lahan. Aku segera merasakan nikmat akibat gesekan urat-uratnya itu di dinding lubang kemaluanku. Sampai tahap ini sebenarnya rasanya tidak beda jauh dari punya Andy, walaupun tidak sepanjang punya Ari ini tapi cukup gemuk. Tapi semakin lama tubuhku segera bereaksi lain ketika batang itu mulai masuk semakin dalam. Dan ketika semuanya masuk ke dalam, aku segera merasakan rasa nikmat yang amat sangat ketika ujung kepala batangnya itu mentok di dinding bagian dalam liang kemaluanku. Aku segera mencari lengannya dan mencengkeramnya erat.
Ari berhenti sesaat dan menarik nafas panjang sekali.
"Rat.. Ini yang kucari!" Ari berbisik perlahan sekali tapi cukup terdengar olehku. Kutahu apa yang dimaksudnya. Sesuatu yang sanggup menelan semua panjang batangnya itu. Ari tidak segera bergerak tapi seperti menggeliat dalam tancapan penuh batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku itu. Tampaknya reaksi dari bagian yang belum pernah tertelan itu sangat mempengaruhi dirinya. Dia bahkan belum bergerak sampai sekian puluh detik ke depan, wajahnya tertunduk, kedua tangannya mencengkeram pinggulku, meraih-raih pantatku dan meremas-remasnya dengan ganas cenderung kasar. Dengan sedikit nakal, aku mencoba mengejan, mengkontraksikan otot-otot di sekeliling selangkanganku.
Walaupun terasa penuh oleh masuknya batang kemaluannya itu aku mulai bisa melakukan kontraksi itu dengan teratur. Tak terlihat tapi efeknya luar biasa. Aku merasakan kedua tangannya dengan liar memutar-mutar, meremas dan mencengkeram bongkahan pantatku, pastinya karena reaksi dari apa yang kulakukan pada batangnya itu. Dia segera ambruk di atas tubuhku dan segera mengambil posisi menggenjot, kedua tangannya diletakkan di antara dadaku, salah satunya menyangkutkan paha kananku sehingga mengangkat selangkanganku ke atas sedangkan paha kiriku otomatis terangkat sendiri. Paha kanannya masih tertekuk sedangkan kaki kirinya diluruskannya ke bawah sehingga mempertegas sudut tusukan batang kemaluannya di liang kemaluanku.
Dia mulai mencabut batang kemaluannya yang beberapa lama tadi masih tertancap penuh di dalam tubuhku dan belum sampai tiga perempat panjang batangnya keluar, dia langsung menghujamkannya dengan kuat ke bawah sehingga menekan kuat area ujung rahimku. Kemudian ditariknya lagi dan ditusukkannya kembali. Mulailah terasa beda pengaruh panjangnya terhadap kenikmatan yang kurasakan. Hal ini mungkin dikarenakan bidang gesekan satu arahnya yang panjang dan lebih lama sehingga mengalirkan kenikmatan yang lebih kuat pula.
"Arr..! Jangan kuat-kuat..!" tapi sebenarnya aku sangat menikmatinya. Ari tampaknya tak peduli, dia terus saja bergerak-gerak dengan kuat dan semakin cepat. "Oh.. Rat.. Ratih!" dia terus menggenjot dan tak terasa begitu cepat 5 menit yang pertama terlewati dan dia masih tangguh saja memompa liang kemaluanku. Benar kata Iva. Pagi itu tak ada seorang pun yang bangun dan terjaga, tapi kami berdua malah sedang mencoba mendaki dengan alasan yang berbeda. Kalau Ari karena tak tahan menunggu Iva berfungsi kembali sedangkan aku karena ingin saja. Sekitar sekian saat setelah 5 menitnya yang ketiga, aku jebol. Gesekan urat-urat batang kemaluannya itu meledakkan tubuhku dengan kuat sehingga membuatku menjepitkan pahaku ke tubuhnya. Bukan itu saja senam yang teratur yang aku ikuti ternyata berguna pada saat itu.
Tepat pada puncaknya kutahan kontraksi di liang kemaluanku dan sekuat tenaga kupertahankan agar tidak segera meledak. Sesaat aku merasakan aliran arus balik di tubuhku tapi tidak lama jebol juga sehingga dibawah genjotan cepatnya aku merasakan tiba-tiba seperti melayang di angkasa luas tanpa batas. Tubuhku kaku, kejang, nafasku memburu dan keluar tertahan-tahan bersamaan dengan keluarnya bunyi-bunyian yang tidak jelas nadanya dari bibirku.
"Ohh.. eehh.. hmm.. Ar.. yang kuat!" Mungkin gabungan antara suara dari bibirku dan mungkin cengkeraman-cengkeraman kuat dari dinding-dinding liang kemaluanku, segera membuatnya bergerak cepat dan kuat sekali. Aku tidak pernah merasakan kekuatan sekuat dan setahan itu dari Andy. Tubuhku kejang sampai dia menyelesaikan 5 menitnya yang keempat dan masih terus bergerak mantap. Sampai orgasmeku mereda aku merasakan gerakannya semakin cepat dan kuat dan belum sampai pertengahan 5 menitnya yang kelima, Ari pun jebol juga.
Posisi kami selama itu masih belum berubah, tapi ketika dia mau menyelesaikan genjotan-genjotan terakhirnya dia menggerakkan tubuhku ke kiri sehingga menggerakkan seluruh tubuhku miring ke kiri dan paha kananku tepat menumpang di atas dadanya sedangkan paha kiriku berada di antara kedua pahanya. Ketika posisinya pas, dia langsung bergerak cepat. Dalam posisi itu ternyata rasanya lain karena yang menggesek dinding lubang kemaluanku pun dinding yang lain dari batang kemaluannya. Tapi orgasmeku yang pertama rasanya terlalu kuat untuk diulangi dalam waktu sedekat itu, sehingga meskipun rasanya memuncak lagi tapi ketika aku merasakan semprotan-semprotan panas seperti yang diceritakan Iva kepadaku itu aku belum bisa meraih orgasmeku yang kedua.
"Hoohh.. Hooh.. Hoo.. Rat..Ratih!" Ari bergerak-gerak tak teratur dan hentakan-hentakannya ketika orgasme itu tampak liar dan ganas tapi terasa nikmat sekali bagiku. Aku memegang kedua lengannya yang berkeringat sampai dia menyelesaikan orgasme itu. Sesekali aku mengusap wajahnya dengan lembut. Beberapa lama tubuhku kaku karena posisi kaki-kakiku itu, sampai akhirnya dia ambruk di samping kiriku. Batang kemaluannya tercabut dengan cepat dan semuanya itu membuat posisi kembaliku agak terasa linu, terutama di paha bagian dalamku.
Kami terdiam dalam pikiran masing-masing. Aku telentang sedangkan Ari tengkurap di sampingku basah kuyup oleh keringat. Tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu perlahan-lahan dari balik pintu kamar. Tiba-tiba Ari panik dan segera mengenakan celana pendek dan kaosnya. Batang kemaluannya meskipun sudah lemas tapi masih belum seluruhnya lemas sehingga tampak menggunduk di celana pendeknya. Aku melirik jam, sudah hampir jam 4 pagi. Ari dengan sedikit tertatih-tatih berjalan perlahan tanpa suara ke arah pintu kamarku, membukanya perlahan dan sebelum keluar sempat melihatku sejenak dan tersenyum.
Tinggallah aku sendiri di kamarku dan aku mencari-cari celana pendekku dan segera mengenakannya. Aku terus menarik kaosku ke bawah sehingga menutupi payudaraku yang pasti penuh pagutan-pagutan merah. Dan dengan sisa-sisa tenaga mencoba merapikan sprei yang terasa lembab di tanganku. Mungkin karena lelahnya aku kembali terlelap dan terbangun hampir jam 10.00 pagi. Singkat kata hari itu kuselesaikan segala urusan di Medan. Rasanya tak ada hambatan dengan segala hal yang terjadi. Iva biasa-biasa saja tidak terlihat seperti curiga, bahkan wajah cerianya tampak sedih ketika pada hari ketiga aku terpaksa harus pamit untuk pulang. Ari mengantarku ke bandara dan sebelum aku naik ke pesawat sempat Ari mengucapkan terima kasih. Aku membalasnya dengan terima kasih juga sambil tak lupa tersenyum manis penuh arti.
Sampai tiga bulan setelah aku meninggalkan Medan, tiba-tiba Iva mengirimiku email yang menyentakku, isinya begini, "Rat, sebenarnya aku tidak ingin menyinggung-nyinggung soal ini tapi akhirnya agar kamu tahu terpaksa deh aku ungkapin. Tidak tahu aku harus mengucapkan terima kasih atau malah mencaci kamu. Kamu tega deh, di saat puncak kebahagianku kamu malah melakukannya dengan Ari. Aku tahu bukan kamu yang memulai, dan aku tahu sekali kamu tidak akan mau melakukannya jika tanpa sesuatu sebab. Sebenarnya aku kasihan juga sama Ari, bayangkan hampir dua bulan terakhir sebelum aku melahirkan, dia tidak pernah melakukannya, meskipun hanya sekedar masturbasi. Belum lagi ditambah dua bulan setelah aku melahirkan aku masih belum bisa melayaninya. Dan aku tidak menyalahkannya jika akhirnya dia memintamu melakukannya. Dan jika akhirnya kamu terpaksa melayaninya, kuucapkan terima kasih telah menggantikanku. Mungkin itu saja deh Rat, yang perlu untuk kamu ketahui. Aku tidak tahu harus bagaimana tapi sudah deh segalanya sudah terjadi, mohon jangan mengulanginya lagi ya! Please! Aku sudah omong-omong tentang ini sama Ari dan dia menangis habis-habisan menyesalinya. Oke, udahan dulu ya. Bales ya secepatnya!" Iva.
"NB: sedikit nakal, kok sekarang Ari jadi ganas gitu sih? Kalo ini karena kamu makasih ya! Terakhir, bagaimana dia melakukannya? Hi.. hi.. hi Jangan khawatir aku tetap sahabatmu."
Berhari-hari setelah itu aku kebingungan mempertimbangkan apa yang harus kulakukan terhadap ini, sampai akhirnya aku harus menjawab juga.
"Iva sayang, hanya maaf yang bisa aku mohonkan ke kamu. Aku tidak ingin membela diri, aku salah dan aku janjikan itu tidak akan terulang lagi. Jika ada yang bisa aku lakukan untuk menebusnya? Katakan saja kepadaku! Aku tidak punya lagi kata-kata apapun, jadi sekali lagi maaf ya!" Ratih
"NB: tentang yang ganas-ganas itu aku tidak tahu tanya aja sama dia, tapi kalo tentang pertanyaan yang kedua, jawabannya secara jujur ya iya. Mohon maaf sekali lagi!"
Email balasanku pagi itu terkirim, sorenya langsung dibalas dan isinya, "Ratih, Oke deh. Meskipun agak sakit, kita kubur jauh-jauh peristiwa itu. Kapan kamu menikah? Kabarin lho! Aku punya ide (agak liar), supaya setimpal, gimana kalo nanti pas kamu mengalami saat-saat yang sama kayak aku, boleh dong aku mbantuin Andy? He.. He.. He.. (gambar tengkorak lagi tertawa!)" Iva
Nah loh! Akhirnya memang begitu yang terjadi setahun kemudian, jadi kedudukanku dengan Iva menjadi 1-1.
Tak berapa lama dia kembali berhenti. Sekali lagi dalam hal pemanasan ini Andy masih lebih baik dibandingkan Ari. Dalam keremangan, aku melihatnya berdiri dan menarik celana pendek dan kaos oblongnya sehingga Ari akhirnya telanjang bulat. Justru di sinilah nafsuku langsung naik dengan sangat cepat demi menyaksikan tubuhnya di dalam keremangan lampu tidur di kamar itu. Sesuatu di tengah tubuhnya langsung membakarku, batang kemaluan yang sedang tegang dan tampak sedikit melengkung ke atas. Bentuknya yang gemuk, panjang dan berkepala bonggol itu langsung menggelitikkan rasa terangsang yang amat sangat mengalir dari mata dengan cepat langsung menggetarkan selangkanganku.
Aku segera saja merasa gelisah dan tak sabar.
"Ar.. Ke sini deh!"
Dengan bertelanjang bulat, Ari berjalan mendekat kepadaku dan naik ranjang, langsung berlutut di samping tubuhku, batang kemaluannya yang tegak itu tampak jauh lebih besar jika dilihat dari baliknya.
"Ada apa Rat?"
"Kadang-kadang aku punya impian yang bahkan Iva pun tak tahu apa itu?"
"Apa coba?"
"Jangan diketawain ya. Iva sering bercerita tentang ini! Dan kadang-kadang timbul keinginan untuk sekedar memandangnya", sambil berkata begitu kuraih batang kemaluannya itu dan kugenggam erat batang dan sebagian kepalanya sehingga seperti kalau sedang memegang persneling mobil. Ari tampak sedikit gugup ketika genggamanku mendarat mulus di batang kemaluannya tanpa diduga-duga olehnya. Tubuhnya seperti terdorong ke belakang sedikit sehingga semakin mengangkat posisi batang kemaluannya dari posisi berlututnya. Beberapa saat aku merasakan kerasnya batang kemaluannya itu.
Pantas sekali kalau Iva begitu membangga-banggakannya. Dan emang selisih tiga centi terasa sekali secara visual.
"Nih sudah, kamu boleh apain aja deh! Oh ya Iva sudah cerita apa saja ke kamu?"
"Banyak pokoknya!"
"Kalo sama punya Andy?"
"No comment deh!" nada bicaraku agak mendesah.
Ari tersenyum dan bangkit dari sampingku terus membuka pahaku dan mulai mengambil posisi. Ketika bangkit aku melihat pinggulnya seperti bertangkai oleh cuatan batang kemaluannya itu. Dia memandangku sebentar, kubalas dengan pandangan yang sama.
"Pelan-pelan ya Ar!"
"Lho, sudah pernah khan?"
"Iya, tapi.."
"Tidak segini ya?" Dia kembali tersenyum.
Aku cuma tersenyum kecut demi ketahuan kalau punya Andy tidak sebesar punyanya. Perlahan-lahan Ari mengangkat kedua pahaku dan menyusupkan lututnya yang tertekuk di bawahnya sehingga ketika dia meletakkan pahaku kembali keduanya menumpang di atas paha atasnya yang penuh rambut. Dengan posisi seperti itu selangkangannya langsung berhadapan dengan selangkanganku yang agak mendongak ke atas karena posisi pahaku. Aku hanya bisa menunggu seperti apakah rasanya. Aku merasakan perlahan-lahan Ari membuka sekumpulan rambut kemaluanku yang rimbun di bawah sana dan beberapa saat kemudian sesuatu yang tumpul menggesek-gesek daging di antara sekumpulan itu dengan gerakan ke atas dan ke bawah menyapu seluruh permukaannya, dari klitoris sampai ke lubang kemaluanku. Rasa terangsangku segera memuncak kembali merasakan sensasi baru itu.
"Ayolah Ar, keburu bangun!"
"Ini baru jam 3.15"
"Iya siapa tahu?"
Perlahan-lahan aku merasakan gesekan kepala batang kemaluannya tadi berhenti di area dekat lubangku tepat pada posisi membuka bibir-bibir labiaku sehingga langsung berhadapan dengan lubang di bawahnya itu. Sesaat kemudian sesuatu yang besar dan tumpul serta hangat menyodoknya perlahan-lahan. Tanpa hambatan yang terlalu kuat, kepalanya langsung masuk diikuti batangnya perlahan-lahan. Aku segera merasakan nikmat akibat gesekan urat-uratnya itu di dinding lubang kemaluanku. Sampai tahap ini sebenarnya rasanya tidak beda jauh dari punya Andy, walaupun tidak sepanjang punya Ari ini tapi cukup gemuk. Tapi semakin lama tubuhku segera bereaksi lain ketika batang itu mulai masuk semakin dalam. Dan ketika semuanya masuk ke dalam, aku segera merasakan rasa nikmat yang amat sangat ketika ujung kepala batangnya itu mentok di dinding bagian dalam liang kemaluanku. Aku segera mencari lengannya dan mencengkeramnya erat.
Ari berhenti sesaat dan menarik nafas panjang sekali.
"Rat.. Ini yang kucari!" Ari berbisik perlahan sekali tapi cukup terdengar olehku. Kutahu apa yang dimaksudnya. Sesuatu yang sanggup menelan semua panjang batangnya itu. Ari tidak segera bergerak tapi seperti menggeliat dalam tancapan penuh batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku itu. Tampaknya reaksi dari bagian yang belum pernah tertelan itu sangat mempengaruhi dirinya. Dia bahkan belum bergerak sampai sekian puluh detik ke depan, wajahnya tertunduk, kedua tangannya mencengkeram pinggulku, meraih-raih pantatku dan meremas-remasnya dengan ganas cenderung kasar. Dengan sedikit nakal, aku mencoba mengejan, mengkontraksikan otot-otot di sekeliling selangkanganku.
Walaupun terasa penuh oleh masuknya batang kemaluannya itu aku mulai bisa melakukan kontraksi itu dengan teratur. Tak terlihat tapi efeknya luar biasa. Aku merasakan kedua tangannya dengan liar memutar-mutar, meremas dan mencengkeram bongkahan pantatku, pastinya karena reaksi dari apa yang kulakukan pada batangnya itu. Dia segera ambruk di atas tubuhku dan segera mengambil posisi menggenjot, kedua tangannya diletakkan di antara dadaku, salah satunya menyangkutkan paha kananku sehingga mengangkat selangkanganku ke atas sedangkan paha kiriku otomatis terangkat sendiri. Paha kanannya masih tertekuk sedangkan kaki kirinya diluruskannya ke bawah sehingga mempertegas sudut tusukan batang kemaluannya di liang kemaluanku.
Dia mulai mencabut batang kemaluannya yang beberapa lama tadi masih tertancap penuh di dalam tubuhku dan belum sampai tiga perempat panjang batangnya keluar, dia langsung menghujamkannya dengan kuat ke bawah sehingga menekan kuat area ujung rahimku. Kemudian ditariknya lagi dan ditusukkannya kembali. Mulailah terasa beda pengaruh panjangnya terhadap kenikmatan yang kurasakan. Hal ini mungkin dikarenakan bidang gesekan satu arahnya yang panjang dan lebih lama sehingga mengalirkan kenikmatan yang lebih kuat pula.
"Arr..! Jangan kuat-kuat..!" tapi sebenarnya aku sangat menikmatinya. Ari tampaknya tak peduli, dia terus saja bergerak-gerak dengan kuat dan semakin cepat. "Oh.. Rat.. Ratih!" dia terus menggenjot dan tak terasa begitu cepat 5 menit yang pertama terlewati dan dia masih tangguh saja memompa liang kemaluanku. Benar kata Iva. Pagi itu tak ada seorang pun yang bangun dan terjaga, tapi kami berdua malah sedang mencoba mendaki dengan alasan yang berbeda. Kalau Ari karena tak tahan menunggu Iva berfungsi kembali sedangkan aku karena ingin saja. Sekitar sekian saat setelah 5 menitnya yang ketiga, aku jebol. Gesekan urat-urat batang kemaluannya itu meledakkan tubuhku dengan kuat sehingga membuatku menjepitkan pahaku ke tubuhnya. Bukan itu saja senam yang teratur yang aku ikuti ternyata berguna pada saat itu.
Tepat pada puncaknya kutahan kontraksi di liang kemaluanku dan sekuat tenaga kupertahankan agar tidak segera meledak. Sesaat aku merasakan aliran arus balik di tubuhku tapi tidak lama jebol juga sehingga dibawah genjotan cepatnya aku merasakan tiba-tiba seperti melayang di angkasa luas tanpa batas. Tubuhku kaku, kejang, nafasku memburu dan keluar tertahan-tahan bersamaan dengan keluarnya bunyi-bunyian yang tidak jelas nadanya dari bibirku.
"Ohh.. eehh.. hmm.. Ar.. yang kuat!" Mungkin gabungan antara suara dari bibirku dan mungkin cengkeraman-cengkeraman kuat dari dinding-dinding liang kemaluanku, segera membuatnya bergerak cepat dan kuat sekali. Aku tidak pernah merasakan kekuatan sekuat dan setahan itu dari Andy. Tubuhku kejang sampai dia menyelesaikan 5 menitnya yang keempat dan masih terus bergerak mantap. Sampai orgasmeku mereda aku merasakan gerakannya semakin cepat dan kuat dan belum sampai pertengahan 5 menitnya yang kelima, Ari pun jebol juga.
Posisi kami selama itu masih belum berubah, tapi ketika dia mau menyelesaikan genjotan-genjotan terakhirnya dia menggerakkan tubuhku ke kiri sehingga menggerakkan seluruh tubuhku miring ke kiri dan paha kananku tepat menumpang di atas dadanya sedangkan paha kiriku berada di antara kedua pahanya. Ketika posisinya pas, dia langsung bergerak cepat. Dalam posisi itu ternyata rasanya lain karena yang menggesek dinding lubang kemaluanku pun dinding yang lain dari batang kemaluannya. Tapi orgasmeku yang pertama rasanya terlalu kuat untuk diulangi dalam waktu sedekat itu, sehingga meskipun rasanya memuncak lagi tapi ketika aku merasakan semprotan-semprotan panas seperti yang diceritakan Iva kepadaku itu aku belum bisa meraih orgasmeku yang kedua.
"Hoohh.. Hooh.. Hoo.. Rat..Ratih!" Ari bergerak-gerak tak teratur dan hentakan-hentakannya ketika orgasme itu tampak liar dan ganas tapi terasa nikmat sekali bagiku. Aku memegang kedua lengannya yang berkeringat sampai dia menyelesaikan orgasme itu. Sesekali aku mengusap wajahnya dengan lembut. Beberapa lama tubuhku kaku karena posisi kaki-kakiku itu, sampai akhirnya dia ambruk di samping kiriku. Batang kemaluannya tercabut dengan cepat dan semuanya itu membuat posisi kembaliku agak terasa linu, terutama di paha bagian dalamku.
Kami terdiam dalam pikiran masing-masing. Aku telentang sedangkan Ari tengkurap di sampingku basah kuyup oleh keringat. Tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu perlahan-lahan dari balik pintu kamar. Tiba-tiba Ari panik dan segera mengenakan celana pendek dan kaosnya. Batang kemaluannya meskipun sudah lemas tapi masih belum seluruhnya lemas sehingga tampak menggunduk di celana pendeknya. Aku melirik jam, sudah hampir jam 4 pagi. Ari dengan sedikit tertatih-tatih berjalan perlahan tanpa suara ke arah pintu kamarku, membukanya perlahan dan sebelum keluar sempat melihatku sejenak dan tersenyum.
Tinggallah aku sendiri di kamarku dan aku mencari-cari celana pendekku dan segera mengenakannya. Aku terus menarik kaosku ke bawah sehingga menutupi payudaraku yang pasti penuh pagutan-pagutan merah. Dan dengan sisa-sisa tenaga mencoba merapikan sprei yang terasa lembab di tanganku. Mungkin karena lelahnya aku kembali terlelap dan terbangun hampir jam 10.00 pagi. Singkat kata hari itu kuselesaikan segala urusan di Medan. Rasanya tak ada hambatan dengan segala hal yang terjadi. Iva biasa-biasa saja tidak terlihat seperti curiga, bahkan wajah cerianya tampak sedih ketika pada hari ketiga aku terpaksa harus pamit untuk pulang. Ari mengantarku ke bandara dan sebelum aku naik ke pesawat sempat Ari mengucapkan terima kasih. Aku membalasnya dengan terima kasih juga sambil tak lupa tersenyum manis penuh arti.
Sampai tiga bulan setelah aku meninggalkan Medan, tiba-tiba Iva mengirimiku email yang menyentakku, isinya begini, "Rat, sebenarnya aku tidak ingin menyinggung-nyinggung soal ini tapi akhirnya agar kamu tahu terpaksa deh aku ungkapin. Tidak tahu aku harus mengucapkan terima kasih atau malah mencaci kamu. Kamu tega deh, di saat puncak kebahagianku kamu malah melakukannya dengan Ari. Aku tahu bukan kamu yang memulai, dan aku tahu sekali kamu tidak akan mau melakukannya jika tanpa sesuatu sebab. Sebenarnya aku kasihan juga sama Ari, bayangkan hampir dua bulan terakhir sebelum aku melahirkan, dia tidak pernah melakukannya, meskipun hanya sekedar masturbasi. Belum lagi ditambah dua bulan setelah aku melahirkan aku masih belum bisa melayaninya. Dan aku tidak menyalahkannya jika akhirnya dia memintamu melakukannya. Dan jika akhirnya kamu terpaksa melayaninya, kuucapkan terima kasih telah menggantikanku. Mungkin itu saja deh Rat, yang perlu untuk kamu ketahui. Aku tidak tahu harus bagaimana tapi sudah deh segalanya sudah terjadi, mohon jangan mengulanginya lagi ya! Please! Aku sudah omong-omong tentang ini sama Ari dan dia menangis habis-habisan menyesalinya. Oke, udahan dulu ya. Bales ya secepatnya!" Iva.
"NB: sedikit nakal, kok sekarang Ari jadi ganas gitu sih? Kalo ini karena kamu makasih ya! Terakhir, bagaimana dia melakukannya? Hi.. hi.. hi Jangan khawatir aku tetap sahabatmu."
Berhari-hari setelah itu aku kebingungan mempertimbangkan apa yang harus kulakukan terhadap ini, sampai akhirnya aku harus menjawab juga.
"Iva sayang, hanya maaf yang bisa aku mohonkan ke kamu. Aku tidak ingin membela diri, aku salah dan aku janjikan itu tidak akan terulang lagi. Jika ada yang bisa aku lakukan untuk menebusnya? Katakan saja kepadaku! Aku tidak punya lagi kata-kata apapun, jadi sekali lagi maaf ya!" Ratih
"NB: tentang yang ganas-ganas itu aku tidak tahu tanya aja sama dia, tapi kalo tentang pertanyaan yang kedua, jawabannya secara jujur ya iya. Mohon maaf sekali lagi!"
Email balasanku pagi itu terkirim, sorenya langsung dibalas dan isinya, "Ratih, Oke deh. Meskipun agak sakit, kita kubur jauh-jauh peristiwa itu. Kapan kamu menikah? Kabarin lho! Aku punya ide (agak liar), supaya setimpal, gimana kalo nanti pas kamu mengalami saat-saat yang sama kayak aku, boleh dong aku mbantuin Andy? He.. He.. He.. (gambar tengkorak lagi tertawa!)" Iva
Nah loh! Akhirnya memang begitu yang terjadi setahun kemudian, jadi kedudukanku dengan Iva menjadi 1-1.
Jadi Wanita Simpanan Pengusaha
memang hidup terasa hampa, bila dilalui dengan rasa kekhawatiran dan kegalauan hati. Kadang aku merasa iri bila melihat seorang wanita bercanda dengan orang yang dicintainya. Tapi harus bagaimana lagi mungkin ini sudah nasibku dan kucoba untuk tetap tabah menjalaninya.
=
==
>>Sebenarnya namaku Sulastri. Tapi orang lebih senang memanggilku Astri. Agak keren kedengarannya..
Aku dilahirkan disebuah desa terpencil dikawasan Singaraja, Bali. Hidup yang keras dan penuh liku-liku, sudah jadi santapanku sehari-hari. Kami bukanlah dari keluarga yang mampu, ayahku yang malas kerja selalu saja sibuk dengan ayam jago aduan nya, ibu yang harus membanting tulang siang malam.
>
>>Meskipun aku dari keluarga kurang mampu, tapi aku mempunyai semangat belajar yang tinggi, aku tidak mau diremehkan orang lain hanya karena aku tidak berpendidikan, untuk mencukupi biaya sekolahku aku membantu ibu berjualan dipantai, menawarkan aksesoris pada para wisatawan.
Penguasaan bahasa inggrisku membantu memperlaris daganganku, walau kadang aku suka malu ketika ada yang menggoda dan mengatakan aku tidak pantas berjualan dipantai, lebih pantas jadi wanita karier.
Mendengar godaan itu setiap malam aku sering melamun dan membayangkan bagaimana seandainya jadi kenyataan, alangkah senang nya aku dan keluargaku, ketika usaha kerasku untuk sekolah membuahkan hasil.
"kamu jangan menghayal. Tri... Ibu gak mau kamu terbuai, dan malah terjebak ke jalan yang ga benar, bersyukur saja kamu diberi wajah cantik dan tubuh sempurna, jangan hiraukan godaan orang..." kata ibu suatu malam, ketika aku ceritakan soal godaan para turis dipantai.
>
>>Setelah tamat sekolah menengah, seperti kebanyakan remaja lainnya, aku ingin bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, Berbagai perusahaan telah aku masuki. Tapi belum juga ada panggilan, dan ini sempat membuatku frustasi, sehingga aku agak ogah-ogahan membantu ibu berjualan.
Kerjaku hanya melamun dan menghayal tentang gemerlap duniawi, yang ada dalam pikiranku hanya seandainya... Seandainya..
Melihat kelakuanku itu, ibu selalu menasehati aku dan membantu mencarikan pekerjaan, akhirnya lewat bantuan dari tetanggaku aku mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan restoran, disebuah hotel berbintang dikawasan Kuta.
Aku yang sejak lama mendambakan pekerjaan, sangat gembira, hari-hari kulalui dengan semangat, apalagi pengawas kerjaku juga sangat baik orangnya, memperlakukan semua karyawan yang bekerja sebagai teman.
Ketika menerima gaji pertama kali, aku merasa seperti seorang bos, ketika ibu meminta sebagian uang gajiku
"kamu harus bisa menabung Tri.. Biar kalau ada perlu apa-apa, punya pegangan." ibu memang tidak pernah bosan menasehatiku, sebab tidak ingin aku menjalani hidup sengsara seperti dirinya,.
>
>>Seperti layaknya godaan yang dilontarkan dipantai dulu, teman-teman kerjaku juga mengatakan bahwa aku tidak cocok bekerja jadi pelayan restoran, aku yang sudah melupakan hal itu menjadi agak sensi juga. Sebab menurut mereka tubuhku yang lebih tinggi, dari gadis-gadis lain, juga kulitku yang coklat tapi bersih, sangat tidak pantas bila memegang peralatan makan, menurut mereka aku lebih pantas menjadi seorang model, mendengar semua itu, aku menjadi agak besar kepala juga.
Diantara mereka aku memang yang paling menonjol, tak jarang para customer memintaku langsung untuk melayani mereka. Bahkan manager tempatku bekerja sering menyuruhku untuk menggunakan pakaian adat, menyambut tamu istimewa yang kebetulan menyewa restoran kami. Dalam setiap acara penyambutan aku berpasangan dengan Made, temanku yang juga satu sekolah dulu, karena seringnya berpasangan dan berjumpa tiap hari, akhirnya kami berpacaran.
>
>>Hubunganku dengan Made sudah diketahui oleh ibuku, "semua ibu serahkan kepadamu, kalau ingin menikah bilang sama ibu, jangan berbuat diluar batas" ujarnya ketika kuminta pendapat tentang hubunganku dengan Made.
Sebagaimana dua sejoli yang sedang dimabuk cinta aku dan Made selalu terlihat mesra, dan teman-teman jg mengatakan kalau kami sangat serasi.
Pada suatu ketika setelah pulang dari acara malam mingguan bersama teman-teman, kami memutuskan untuk menghabiskan malam disebuah diskotik ternama. Kini pergaulanku telah berubah, aku yang dulu masih kampungan kini telah mengenal gemerlapnya kehidupan kota, didalam diskotik kami hanya menari mengikuti irama musik dan minum softdrink. Tapi seorang teman berkata masuk diskotik tanpa minuman keras kurang lengkap. Awal nya aku menolak untuk menenggak minuman itu tapi, atas bujukan mereka akhirnya kuminum juga, rasanya seperti terbakar tenggorokanku, namun kuterus meminun setiap gelas yang disodorkan, malam semakin larut, akhirnya kami pulang, aku pulang bersama Made, tapi Made mengatakan bahwa ibu pasti marah jika aku pulang dalam keadaan agak mabuk, Made menawarkan untuk menginap dihotel dan sewa 2 kamar, aku pun hanya menurut saja..
Ketika sampai hotel, aku yang sudah sangat pusing hanya bisa bergelayut manja dipundak Made. Dan aku tidak mengetahui apa saja yang dibicarakan Made dengan recepsionis, sambil tetap bergelayuk kami berjalan menuju kamar, dan ketika kami memasuki kamar, aku yang sudah dipengaruhi alkohol, tanpa kusadari memiliki keberanian untuk memeluk Made, dan sambil berbisik pelang mengatakan bahwa aku jangan ditinggal sendirian, Made yang kupeluk hanya tersenyum kecil, sambil tangan nya menutup pintu, Made mebopongku ke tempat tidur, mata kami bertatapan dekat sekali, kurasakan nafas Made agak memburu, pelan tapi pasti dia mencium bibirku, lembut sekali kurasakan kecupan nya, dan akupun membalas nya, kami saling melumat. Dan kurasakan tangan nya, mebelai seluruh tubuhku, melucuti kancing bajuku satu persatu, aku yang merasakan belaian Made hanya memejamkan mata menikmati setiap sentuhan nya, setelah semua kancing terbuka Made membuja Bh ku dan dengan lincah tangannya meremas tetekku.
"ahhh... Uhh..."
desahku. Sambil terus berpanggutan akupun mulai berusaha melepas celana Made, dan ketika hanya tersisa cd nya, aku memasukan tanganku, menyentuh benda panjang yang sudah cukup keras itu.. Kuremas dengan lembut batang kontol itu.. Made hanya terpejam dan mendesah "akhh.. Ya.. Ah terus ti mainkan kontolku.."
sambil tangannya mulai memainkan putingku, ditarik, dipilin dan diremas buah dada 34bku itu, kubalas dengan remasan dikontol nya,
Made menelusuri leher ku hingga dadaku dengan lidah nya, dilumat nya putingku, dan disedotnya pelan,
"aahh... Geliii.." erangku, namun Made justru semakin beringas mengemut putingku, sambil tangannya terus merayap melepas celana dalamku, aku yang belum pernah disentuh sejauh itu oleh seorang pria hanya bisa mendesah dan mengerang, apalagi ketika ujung jari Made menari dibibir memekku, sambil mempermaikan bulu-bulu halus disekitarnya. Puas beramain di tetek, Made mulai menelusuri perutku dan akhir nya berhenti dilobang memekku, lidah nya bermain lembut, menjilati lubang memek yang kurasakan sudah basah, aku menggeliat keenakan...
Melihat aku yang sudah sangat terangsang Made, berdiri dengan batang kontol yang juga sudah berdiri tegak menantang, diarahkan kontol nya kedepan wajahku, "masukin mulutmu say' katanya. Kuraih batang itu, sambil kupilin kucoba untuk menjilat ujung nya, dan kumasukan perlahan kedalam mulutku, dan kupermainkan dengan lidahku.
"ahhh.. Terus ti.. Ya.. Ah.." desisnya pelan sambil menjambak rambutku, dan menggerakan pinggulnya. Aku yang sudah tak kuat menahan gejolak nafsu, melepas kontol Made. Dan mengarahkannya untuk menindihku. "perawani aku.." bisikku, dan tanpa menunggu lagi, Made langsung menempatkan ujung kontolnya, didepan memekku digesek-geseknya di sekitar bibir memekku, dan mendorong perlahan batang keras itu untuk menembus lubangku.
"arghhhh..." jeritku pelan ketika batang itu amblas semua kedalam memekku, dan rasa nikmat mulai menjalariku ketika Made mulai menggoyang pinggulnya, menggerakan batangnya dimemekku, kudengar nafas Made semakin memburu, sambil menggoyang ia terus meremasi kedua tetekku dan setelah berapa lama ia berbisik tak tahan lagi, ia menekanku kuat-kuat, dan akupun mendekapnya, cairan hangat membasahi memekku. Dan akupun merasakan kenikmatan yang luarbiasa. Made mengecupku dan berkata akan bertanggung jawab. Setelah kejadian itu kami jadi semakin sering mengulang nya, entah itu dihotel atau digubuk tengah sawah
>
>> Dan akhirnya aku hamil, mengetahui hal itu Made justru tidak mau peduli dan mulai menjauhiku, dan malah pergi entah kemana, ditengah rasa bingung, atas bantuan seorang teman aku menggugurkan kandunganku, dan dengan tabungan yang kupunya aku memutuskan pergi ke Jakarta, setelah susah payah meminta ijin ibu.
>
>> Akhirnya sampai juga aku di Jakarta, dan setelah berputar-putar lumayan lama, kutemukan juga rumah sahabatku Yuni. Dia sedikit kaget ketika melihatku datang tiba-tiba, namun setelah kuceritakan semua dia menerimaku dengan tangan terbuka dan juga mencarikan aku pekerjaan sebagai staf admin disebuah hotel...
Rabu, 16 April 2014
Ibu ku bercinta dengan teman ku sendri
Temanku Menikmati Moleknya Ibuku, Aku sedang nonton TV waktu kulihat Ibuku memanggil Akbar dengan kedok untuk memperbaiki Saluran kamar mandi yang rusak. Masih jam 4 sore. Malamnya aku sengaja masuk kamar jam 8 malam dengan alasan capek. Adikku sedang pergi camping.
Malam sekitar jam 10, aku yang sejak tadi terjaga mendengar pintu belakang dibuka. 5 menit tanpa ada suara. Aku keluar kamar dan tidak mendapati siapa-siapa di dapur. Waktu pintu belakang kubuka ternyata tidak terkunci. Aku melihat keluar dan melihat nyala senter diantara pohon-pohon yang ada di kebun belakang rumahku. Aku tahu, Ibu dan Akbar janjian di pondok tempat penyimpanan kapas untuk kasur yang salah satu bisnis ayahku.
Aku menunggu sampai nyala senter hilang dan aku keluar dari dapur menuju pondok itu. Kulihat Ibuku masuk ke pondok. Aku segera beranjak ke samping dan mencari lubang untuk mengintip ke dalam. Tak susah karena pondok ini memang dibuat seadanya. Kudengar suara laki-laki didalam. Lalu sebuah lilin menyala menerangi ruangan itu. Kulihat Akbar yang mengenakan jeans dan kaos.
Sementara Ibuku Cuma memakai daster yang bertali di pundak. “Halo sayang.” Kata Akbar sambil duduk diatas kasur yang siap dijual bersandar pada kasur yang ditumpuk dibelakanganya. Ibuku ikut naik ke kasur dan duduk di sampingnya.
“Rindu sama ini?” lanjut Akbar sambil mengelus penisnya. Ibuku tersenyum sambil merebahkan kepalanya di dada Akbar yang langsung memeluk dan mengelus rambut ibuku. Tanpa banyak bicara Ibuku langsung mengelus penis Akbar. Akbar membiarkan ibuku membuka resliting celananya.
“Sebentar.” Kata Akbar sambil mengambil sebuah buku dari samping kasur. “Ini buku gaya-gaya kamasutra, nanti kita praktekkan.” Katanya sambil membuka halaman pertama. Ibuku ikut melihat sambil telungkup di kasur. Lama mereka membuka-buka buku sambil bercakap-cakap. Akbar lalu berlutut dan pindah kebelakang ibuku yang telungkup.
Kakinya dikangkangkan diantara tubuh Ibuku dan memijat punggungnya pelan. Lalu tangannya naik dan membuka ikatan daster Ibuku yang ternyata sudah tidak pakai BH. Akbar terus memijat punggu dan turun ke pantat sekaligus membuka baju Ibuku yang juga ternayata sudah tidak pakai CD, bokongnya diremas-remas Akbar pelan, bergerak kearah perut untuk menarik Baju.
Ibuku menaikkan sedikit badannya untuk mempermudah melepas baju. Akbar langsung menarik daster Ibuku lepas. Sambil berlutut Akbar membuka baju kaosnya. Lalu dia rebah di punggung Ibuku, dadanya yang bidang digesek-gesekkan di punggung Ibuku, pantatnya nungging. Lidahnya menjilati leher belakang Ibuku dan punggungnya. Ibuku menaikkan badannya sedikit keatas sehingga Akbar leluasa meremas payudara ibuku yang menggantung.
Ibuku melenguh pelan. “Sayangg..mhhmmi..oohh” Akbar menggigit punggung Ibuku yang membuatnya menggelinjang pelan. Lalu Akbar kembali berlutut dan membuka resliting celana jeasnya. Penisnya yang terbalut CD lalu digesek-gesekkan di pantat Ibuku yang kembali telungkup. Lalu Akbar menurunkan sedikit CDnya hingga penisnya muncul keluar. Coklat kehitaman.
Tangannya menumpu pada kasur dengan tubuh telungkup membuat penisnya menempel di bokong Ibuku. Lalu penisnya digesek-gesekkan pelan di bokong Ibuku, kepala penisnya mengayun-ayun di tubuh Ibuku. Akbar merangkak naik dengan penis tetap digesekkan ditubuh ibuku yang telungkup, naik ke punggung lalu di leher penisnya digeser ke arah mulut ibuku yang sedikit mendongak. Ibuku langsung berbalik dan meraih penis Akbar yang menggantung tepat diatas mukanya. Pelan Ibuku mulai menjulurkan lidahnya ke penis Akbar.
Akbar memainkan penisnya di mulut Ibuku yang membasahi penis Akbar dengan air liurnya. Lalu Akbar memasukkan penisnya ke mulut Ibuku dan mulai mengocoknya pelan. Pantatnya digoyang-goyangkan pelan. Kulihat penis Akbar keluar masuk mulut Ibuku. Tangan Ibuku mencoba membuka celana jeans yang masih membalut kaki Akbar, tapi ia kesusahan karena posisi Akbar yang mengangkangi badannya. Akbar mengerti dan melepaskan penisnya dari mulut Ibuku.
Ia beranjak ke samping Ibuku berdiri dan membiarkan Ibuku melucuti celannya. Ibuku pelan menarik celana jeans Akbra ke bawah membiarkan CDnya tinggal dan membalut penis Akbar yang kepalanya sudah menonjol keluar dari CD. Lalu Ibuku menciumi paha dalam Akbar yang masih berdiri mengarah ke atas ke selangkangan bagian dalam. Akbar mengangkangkan kakinya hingga Ibuku leluasa bergerak dibawahnya.
Sedikit Ibuku menggigit buah peler Akbar yang masih terbalut CD, lalu Ibuku sedikit menarik CD hingga buah peler Akbar keluar. Ibuku menjilatinya pelan. Kulihat akbar melenguh pelan sambil memejamkan matanya menikmati jilatan Ibuku. Tangannya meremas rambut Ibuku. Tanpa sadar tanganku sendiri sudah bergerilya di sekitar selangkangan. Aku Cuma memakai celana pendek hingga penisku yang sudah tegang terasa menempel di dinding pondok.
Aku memelorotkan celananku sampai lutut dan membiarkan penisku menikmati udara luar sambil tanganku meremasnya pelan. Didalam kulihat Ibuku menarik penis Akbar keluar dari CD dan menjilatinya pelan. Lalu memelorotkan CD akbar hingag ia berdiri bugil. Dengan ganas ibuku menjilati dan menghisap penis Akbar. Ia menggelinjang dan melenguh, badannya menggeliat pelan menikmati sensasi isapan Ibuku.
Penis Akbar masuk perlahan di mulut Ibuku yang langsung menguncinya dan Ibuku menggerakkan kepalanya pelan mengocok penis Akbar. Akbar membalas dengan menggoyangkan pantatnya maju mundur. Tangannya memegangi pundak Ibuku. “SSHhh..n ahh.. ohhmm..” Ibuku semakin mempercepat kocokannya dan Akbar mengimbangi juga. Kulihat tubuhnya menegang, tangannya mencengkeram bahu Ibuku dan tubuhnya sedikit menunduk.
“Ohh..” Goyangan pantat Akbar berhenti begitu juga kocokan mulut Ibuku. Penis Akbar lepas dan sperma langsung muncrat ke sekitar leher Ibuku. Akbar terbaring di kasur, Ibuku mengambil tissue yang ternyata sudah tersedia disana juga sebotol air mineral. Ia melap sperma yang tumpah di lehernya dan memberikan air kepada Akbar sekaligus membersihkan penis Akbar yang layu penuh dengan sperma.
Mereka bedua masih telanjang dan berbaring bersebelahan. Kontolku yang sejak tadi tegang perlahan-lahan juga mengendur melihat aktivitas mereka yang masih ngobrol. Aku melihat jam tanganku. Pukul 10.30. aku memutuskan pulang sebentar untuk mengambil kameraku yang memang sengaja kusiapkan untuk mengabadikan gambar mereka. Begitu kembali dari rumah kudengar didalam pondok suara erangan dan lenguhan juga derit papan.
Aku buru-buru mengintip kedalam dan melihat Akbar sedang ngentotin Ibuku. Aku buru-buru memasang tripod kamera dan mencari lubang yang lebih besar. Aku dapat lubang sebesar cangkir dan kameraku langsung mengarah ke dalam. Kulihat Ibuku tidur telentang dengan pantatnya ditumpu bantal, kakinya dipunggung Akbar yang berlutut dihadapan Ibuku.
Penisnya menancap di vagina Ibuku dan mengocoknya dengan ganas. Langsung aku menjepret adegan itu. Sesekali Akbar menciumi Bibir Ibuku dan menjilati payudaranya, tangan akbar menumpu pada kasur, pantatnya terus mengenjot penisnya di vagina Ibuku yang menggelinjang dan mengerang-erang.
Ibuku lalu merangkul bahu Akbar. Akbar menyesuaikan posisi dengan menjulurkan kakinya hinggak posisi mereka berganti, Akbar dibawah dan Ibuku diatas. Penis Akbar terlihat maksimal penetrasinya hingga bulu jembut mereka bersatu. Lagi-lagi aku mengabadikan posisi mereka. Ibuku langsung mengenjot vaginanya di penis Akbar. Akbar merebahkan Tubuhnya dan Ibuku dengan leluasa mengatur gerakan diatas.
Tangan Akbar meraih payudara Ibuku dan mengelusnya pelan. Sesekali putingnya dicubit membuat Ibuku menggelinjang sambil terus mengenjot. Kulihat genjotan Ibuku semakin kencang sekaligus erangannya semkin keras. “MHhhmm.. oohh..” Lalu genjotannya semakin pelan. “Sayang..sayang..sayang..” igau ibuku yang tubuhnya lalu terbaring di atas tubuh Akbar.
Akbar mengelus punggu Ibuku dan pelan membalikkan Tubuh Ibuku lalu melepaskan penisnya yang basah oleh tumpahan air lendir vagina Ibuku. Akbar lalu menciumi payudara Ibuku yang masih terbaring lelah, lalu perlahan Akbar bangkit dan melap penisnya dengan Tissue, lalu berpakaian.
Nikmatnya Diperkosa Maling
Tahun 2014 di bulan Januari, tak terasa sudah 3 tahun pernikahanku dengan Merry, teman satu kampus di Jakarta satu jurusan. Perempuan keturunan Tiong Hoa yang sekarang sudah berusia 31 tahun, lebih muda 3 tahun dari aku sendiri. Semenjak lulus Master dalam bidang manajemen, rutinitas pekerjaan telah menunda akan kehadiran anak. Untung saja hal itu ternyata tidak mengganggu keharmonisan dalam keluargaku. Kita saling mengerti dan memahami akan kesibukan masing masing dan tetap menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan hubungan intim. Di kota Bandung ini kehidupanku dengan Merry terbilang sudah mapan. Rumah berlantai dua di perumahan tergolong elit, mobil dua buah yang masing masing digunakan oleh Merry dan aku sendiri juga tampak menghiasi garasi rumah tersebut. Pekerjaan dan jabatan yang cukup tinggi antara aku seimbang dengan pekerjaan Merry sebagai office manager di sebuah perusahaan advertising ternama. Di usianya yang sudah kepala tiga, kecantikan Merry memang masih sangat terjaga. Sebagai idola di masa kuliah dulu, Merry memang terkenal karena kecantikan dan wajah khas nya sebagai keturunan bangsa timur. Kulit putihnya tetap halus dan mulus terawat. Keindahan tubuhnya tetap tidak berubah seperti semasa aku sekuat tenaga mengejar untuk mendapatkan hatinya di masa kuliah. Akhirnya keharmonisan dan ketenangan dalam rumah tanggaku terdobrak dengan kejadian luar biasa yang menimpaku dan Merry di awal tahun ini. Sebuah kejadian yang benar benar membuat aku sebagai suami meradang amarah dan dendam serta menjadi sebuah bencana besar bagi Merry istriku. Kejadian ini dimulai pada saat aku dan Merry kembali ke rumah setelah makan malam bersama di suatu akhir pekan yang berhiaskan hujan lebat di Bandung. Pukul sepuluh malam tepat aku memarkirkan BMW 320i hitamku di garasi rumah. Cuaca yang tidak mendukung membuat aku dan Merry enggan menghabiskan malam di luar rumah. Lagipula di malam itu Merry sudah mengisyaratkan keinginan untuk melewatkan malam dengan berduaan saja di rumah. Setelah keluar dari mobil dan masuk ke dalam ruang tengah, Merry nampak segera bergegas ke kamar untuk berganti pakaian, sementara aku menghenyakkan tubuhku ke sofa dan menonton acara komedi yang ada tiap hari itu, cukup menghibur juga. Beberapa menit kemudian nampak Merry keluar kamar sambil menggelung rambut panjangnya ke atas sambil merapikan dasternya, terlihat kemolekan dan keindahan tubuhnya yang sangat sempurna bagiku saat itu. “Aku mandi dulu ya mas” bilangnya sambil merapikan daster mandinya yang berwarna ungu itu. Keseksian tingkahnya yang menggemaskan pertanda bahwa malam ini Merry menginginkan adanya hubungan intim yang istimewa. Aku mengangguk saja sambil mengawasi Merry ngeloyor ke kamar mandi tanpa berusaha menutupi bagian depan dasternya yang belum dikancingkan. Beberapa menit kemudian sudah terdengar shower air yang mengisi bathtub di kamar mandi kami. Akupun beranjak ke kamar untuk sekedar berbaring dan membayangkan kegiatan malam ini. Sambil menunggu di kamar tidur kulewatkan waktu sambil mendengarkan alunan piano Richard Clayderman yang terdengar merdu di dalam kamar. Tak berapa lama kemudian Merry dah masuk mengikuti aku ke kamar tidur. Bau wangi harum tubuhnya sangat menggairahkan malam itu. Dia pun lalu merebahkan tubuh moleknya di sampingku, merapatkan ke tubuhku seperti mencari kehangatan. Akupun memeluk dan mencium kening perempuan yang sangat kucintai ini. Senyumannya yang memabukkan itu segera membuat nafsuku membara. Merry pun sudah bergairah juga kayaknya, dengan perlahan dia beringsut ke atas tubuhku yang masih memakai piyama lengkap. Sambil memainkan kancing bajuku dia menundukkan wajahnya, mendesak hidungku dan akupun seketika itu juga merasakan kehangatan dari tubuhnya, payudaranya yang masih terbungkus daster ungunya terasa hangat menghimpit dadaku. Segera kami larut dalam cumbuan yang begitu mesra saat itu. “Kreek….kreekk…krosak..krosak”, suara yang terdengar cukup keras dari ruang tengah itu langsung membuat kami tersadar dari pemanasan. “Apa itu mas?”,bisik Merry sambil turun dari tempat tidur, merapikan bajunya dan menggelung rambutnya. “Tunggu aja di sini ma”, jawabku sambil ikut turun menengok ruang tengah yg kebetulan masih terang karena lampu besar yang masih menyala itu. Perlahan aku mengitari ruang tengah, kosong,tv yang masih menyala dengan suara perlahan tak matikan. Menuju ruang tamu yang sudah gelap. “Ctek..”,saklar lampu kunyalakan, melihat sekeliling,gak ada apa apa. Pada saat berbalik, “DEG…”,pintu samping menuju garasi ternyata terbuka sedikit. Ternyata lupa tidak dikunci sewaktu aku pulang tadi. Perasaan khawatir mulai menghinggapi diriku, segera ku tutup pintu itu dan sekaligus saya kunci. Tiba tiba “Pettt…”,lampu tengah mati dengan sendirinya, begitu juga lampu kamar,ruang makan, dapur dan ternyata semua lampu di rumahku mati. “Sialan..siapa ini yang berbuat?” pikirku sambil gelapgapan mencari senter dan korek api. “Mas….Mas…”terdengar suara Merry memanggil manggil dari dalam kamar. “Bentar ma…nyari senter”,jawabku sambil terus mencari posisi lemari cabinet yang ada di dekat pintu samping. Gludukk…gludukk…krosakk….. Terdengar suara gaduh yang entah dari mana asalnya. “Maassss…..Maasss….Mmaahhppp…MMhmp…hmmppp..” terdengar kayak suara Merry. “Maa…kenapa kamu?” teriakku sambil secepat mungkin bergegas kembali ke kamar tidur ku yang gelap. “Dukkk…Deepp….Buukk..Buukk..” terasa sebuah hantaman keras dan telak menghajar pelipisku,perut dan dengan telaknya menghantam terakhir daguku yang membuat aku langsung terhuyung ke samping. Terakhir yang kuingat adalah benturan kepalaku dengan kerasnya keramik lantai kamar ku. Seketika mataku berkunang kunang, pedih terasa di pelipis dan tulang igaku terasa sakit sekali. Sebelum aku sempat berbuat banyak, sepasang tangan kekar telah menyaut bahuku, memaksa mendudukkan aku, kemudian tanpa bias berbuat banyak, tangan itu menyeret aku masuk ke dalam kamar. “Sudah pingsan kayaknya”, kata itu yang pertama kali kudengar berikutnya. Suara berat dari seorang laki laki yang aku tidak tau siapa. “Ikat dia kuat kuat”,suara lain terdengar gak dekat dari posisiku terduduk dekarang. Dalam hitungan detik saja, terasa kedua tanganku ditelikung ke belakang dan sepasang tangan yang lain dengan sigap mengikat tanganku dengan tali ke sebuah kursi. Tak sampai satu menit berikutnya aku sudah tidak bias menggerakkan tangan maupun kaki ku lagi karena terikat dengan begitu eratnya di kursi. Sreettt….sreettt…..suara robekan dan berikutnya sebuah lakban hitam begitu kerasnya membungkam mulutku sampai ke pipi ku. “ctek..”lampu kamar tiba tiba menyala. “ Aaahhhhhh….Ahhhhhhh..”jeritan Merry begitu kuat dari samping pojok kamar membuat aku terperanjat sambil menahan pusing dan perih di kepalaku. Dan yang langsung kulihat adalah tiga orang laki laki berperawakan besar dan kekar telah bersama di kamarku sekarang. Dan Merry tampak sedang melawan lelaki ketiga yang berusaha meringkusnya,memojokkan ke sudut kamar dan menekap mulutnya. Seorang lagi langsung menghampiri dan ikut membantu meringkus istriku yang masih liar melawan sambil menendang nendang. Aku tidak bisa berbuat apa apa melihat kejadian itu. “Diam..!!Diam….!! Mau kubunuh kamu!!”, hardik seorang lelaki sambil menodongkan sebilah pisau ke leher Merry. “Toloooongg..!!”teriak Merry yang akhirnya dihenyakkan dengan paksa tengkurap di lantai. Sebuah sapu tangan tampak disumpalkan ke mulut istriku dan di ikat kan ke belakang kepalanya, sementara kedua tangan dan kakinya tampak sedang di ikat dengan tali berwarna merah,perlawanan nya tampaknya sia sia karena harus berhadapan dengan tiga orang lelaki sekaligus yang terlihat begitu kuat badannya. Berikutnya yang terlihat adalah diriku yang terikat erat di kursi tak berdaya dan Merry istriku yang meringkuk di lantai sambil menangis sesenggukan dengan mulut tersumpal, tangan terikat ke belakang dan kedua kaki terikat di betisnya. Perlahan aku mulai menemukan kesadaran diriku sendiri dan mulai jelas melihat kondisi yang sedang terjadi, jelas mereka bertiga sedang merampok rumah kami dan sekarang sudah berhasil melumpuhkan aku dan istriku. “Cari barangnya wok..”,perintah seorang dari mereka. Yang dipanggil wok segera mengobrak abrik kamar kami, mencari barang berharga,sementara seorang lagi mengintip keluar kamar dari jendela, mengamati situasi dan pimpinan mereka kayaknya tengah menghunus pisau tepat di samping kepalaku. “Berharap saja uangnya ketemu dan ini segera berakhir boss”,bilangnya dengan dingin kepadaku. “Dan tidak ada yang akan terluka”. Wok tampak masih mengobrak abrik lemari,mencari uang yang mereka kira ada di dalam lemari padahal bukan disitu kami menyimpan uang dan barang berharga kami lainnya. Brankas malah ada di ruang kerjaku di sebelah dapur. Tapi itu tentu saja tidak diketahui oleh mereka. “Gak ketemu ndan..”, kata Wok “kamu yang bener nyarinya” bentak komandan nya “Bener gak ada disini ndan”, jawab Wok “Brakkkkk….!!”, tendangan keras ke kursi ku mebuat aku terhuyung “Dimana kamu simpan uang itu..Haa!!”, bentaknya sambil mendekatkan pisaunya ke leherku. Aku cuma menggeleng saja….sambil melirik istriku yang makin ketakutan dengan ulah mereka. “Jawab!!!…Bego kamu”. “Plakk…”, tamparan keras mengenai pipiku membuat perih dan mata berkunang kunang, tetapi aku juga tidak memberi jawaban. “Ndan….ada yang lewat” kata orang yang berjaga di jendela “Siapa Jon..??”, jawab si komandan “Gak tau….tetangga mungkin balik ke rumah”, balas Jon sambil terus mengintai keluar jendela. “Kamu jangan main main yha sama aku”,desis komandan sambil menempelkan pisaunya lebih ketat ke leherku, membuat darahku berdesir merasakan mata pisau yang dingin menempel di kulit leherku. “Sekarang kamu kasih tau dimana uang kamu”, kata si komandan. Sementara wok bergerak menghampiri Merry. “Mungkin istrinya tahu ndan..” kata Wok Komandan tampak berpikir sejenak, melirik Merry dan kemudian menatap aku berhgantian. “Coba tanya istrinya..!!” desis komandan pada akhirnya. “Sreet…”, Wok tampak menghunus pisaunya dan mendekati Merry yang meringkuk ketakutan. “Sebaiknya kita dapat kabar bagus dari nyonya…hehe”,kata si Wok pada Merry “Kasih tau dimana kamu nyimpan uangmu nyonya cantik’, sambil mengancam wajah Merry dengan pisau belati mengkilapnya. “Hmmppff…”, Merry keliatan tidak mau menjawab dan malah menangis lagi dengan lebih keras. “Diam kamu..!! Diam…!! Bodoh”, hardik Wok yang tampaknya makin marah melihat istriku menangis dan membuat suara gaduh. Dengan kasarnya istriku dibalikkan dan Wok menghunus pisaunya dekat wajah Merry. Dan inilah awal dari malapetaka selanjutnya, karena begitu tubuh Merry dibalikkan maka bagian dasternya yang tersingkap tampak menampilkan belahan dan bagian atas dari payudaranya yang jelas membuat wok terkesima dengan pemandangan itu. Jon pun yang bertugas mengintai keluar akhirnya malah memandang dengan takjub pada pemandangan itu, pemandangan dada istriku yang tampak hidup naik turun seiring nafasnya dan mencoba bertahan untuk tidak menangis. “Weeiiittss….mantab juga neh nyonya”, wok yang sambil menghunus pisau keliatan sekali sangat menikmati pemandangan istriku itu. “Ndan….ndan…”,panggil wok sambil menatap komandan lalu matanya mengerling ke istriku yang masih menangis itu. Komandan lalu menghampirinya, berjongkok dekat istriku yang ketakutan. Tangan nya tampak mengelus wajah istriku. “Jangan sampai kami berbuat kasar sama Nyonya, lebih baik nyonya bekerjasama dengan kita yha”, bilang komandan sambil terus mengusap wajah,pipi dan leher istriku. Darahku mulai tersirap dengan apa yang mereka lakukan pada istriku itu. “Dadanya ndan…..teteknya putih banget ndan”, seloroh wok yang langsung membuat aku berontak keras, menghentakkan kaki kursi tempatku di ikat ini. “Duukkk….Plakkk”, tendangan dan tamparan keras dilancarkan si Jon yang beranjak dari jendela berjalan ke arahku, membuat iga ku serasa remuk dan hanya bisa tertunduk. Sementara Jon bergabung dengan dua temannya di pojok yang sedang mengerubuti istriku. “Jangan macam macam kamu!!”, cuma itu yang dia bilang sambil berlalu melewatiku. Sekarang ketiganya tampak mengerubuti istriku, dan aku yakin pasti mereka mempunyai niat buruk pada Merry. “MMMhhppppp…..mhhpppp”, suara Merry yang terbungkam, rupanya dia tidak menangis lagi, tampak dari posisiku dia meronta ronta seakan hendak melawan, ketika komandan berdiri, ternyata terlihat dengan kurangajarnya tangan Wok menelusup ke balik daster Merry,sementara tangan satunya menahan tubuh Merry supaya tetap telentang. Aku marah bukan main tetapi juga tidak bisa berbuat apa apa melihat kejadian itu. Tampak tangan kiri wok meremas remas payudara kanan Merry,sekarang posisinya malah juga menindih Merry, kakinya mengunci gerakan pinggul Merry sehingga tangan nya bebas menggerayangi payudaranya. “Haluuss dan kenyal banget neh tetek…”, seloroh Wok yang semakin bergairah Remasan itu kadang diselingi dengan memilin milin puting susu Merry yang memang sudah tidak mengenakan BH dibalik dasternya, pilinan itu membuat tubuh Merry menggerinjal sampe melengkung keatas, membusungkan dadanya berusaha menghindari gerayangan tangan Wok dan meronta kiri kanan, tetapi hal itu percuma saja karena posisi tubuhnya yang ditindih Wok seakan terkunci dan tidak bisa bergerak banyak. “heee….heeee….mending kamu menikmati saja montok”, sergah Wok seakan mengejek. “Sreett…”, daster yang dipakai Merry disibak dengan kasar ke kiri, menampakkan payudara kanan nya yang tampak putih membusung,begitu mulusnya payudara istriku terlihat kontras dengan tangan Wok yang hitam itu. Masih memegangi daster istriku supaya tetap terbuka, Wok tampak terpana melihat pemandangan dibawahnya. Putting susu istriku yang tampak begitu mencuat itu bagaikan sebuah buah anggur ranum diatas buah melon yang begitu bulat. Putting berwarna kecoklatan itu terlihat bergerak naik turun seiring nafasnya, lingkaran susu di sekitar putingnya seakan membengkak kontras dengan kulit payudaranya yang putih mulus bagai lilin. “Hiii…hiii..hiii…,Mama…mama…aku mimik cucu donk”,seloroh Wok yang dengan kurang ajarnya matanya melotot melihat putting susu Merry. Mulutnya mulai mendekat sambil berbentuk monyong monyong ke dada istriku. “cuupp…cuppp…mmuuahhh”,goda Wok dengan kurang ajarnya memonyongkan bibirnya. Istriku langsung berontak lagi dengan keras dan berhasil membuat tubuhnya tengkurap kembali. “Hadooohh….nih nyonya bandel amat sih”, gerutu Wok karena pegangan nya terlepas. Dengan sekenanya dia berusaha membalikkan tubuh Merry yang sedang berontak dengan liar. Bagian manapun dari Merry berusaha dia kunci kembali, tangan nya akhirnya berhasil menekan pinggang dan dada istriku, dengan spontan tangan Wok mengunci bahu istriku dan menelikungnya, lalu dengan sekenanya dia menggelitik ketiak Merry, menggelitik perut dan pinggangnya yang membuat Merry menggerinjal gerinjal kegelian. “Hayooo….hayooo…rasakan…”,sergah Wok yang masih menggelitiki bagian samping payudaranya sambil menekan tubuhnya ke lantai.Cerita Dewasa - Istriku dikerjai perampok bejat1 “Breettt…”,Jon tampak sibuk menyimpulkan sebuah tali di ujung ranjang kami. “Bawa ke atas aja wok daridapa main di lantai”, bilangnya sambil beranjak ke ranjang bawah dan mulai menyimpulkan sebuah tali juga. Komandan akhirnya menghampiri wok dan lalu mereka berdua membopong tubuh Merry yang meronta ronta ke atas ranjang. Ikatan tali di pergelangan tangan istriku dilepas mereka tetapi seketika itu juga kedua tangan istriku direntangkan kuat ke samping ujung ranjang oleh Jon dan Wok. Komandan tampak berusaha mengatasi Merry yang meronta dengan cara menindih tubuhnya telentang, sementara Wok dan Jon masing masing berusaha mengikat tangan istriku ke ujung ranjang. Dua menit berlalu akhirnya kedua tangan Merry berhasil di ikat dengan kuatnya ke ujung ranjang dalam posisi terentang. Komandan lalu menggelosor ke bawah, melepaskan ikatan di kaki Merry sementara Wok dan Jon bersiap dengan memegangi pergelangan kaki Merry. Hal yang sama mereka lakukan dan beberapa saat kemudian yang tampak terlihat adalah istriku Merry yang terbaring telentang dengan posisi seperti huruf X di ranjang, kedua tangan dan kakinya masing masing terikat dengan kuatnya ke sudut sudut ranjang. Sungguh suatu pemandangan yang mengerikan buatku tetapi sepertinya itu membuat mereka bertiga sangat kesenangan. Merry dengan mulut masih tersumpal tampak terengah engah dalam bernafas mengatasi kondisi yang terjadi padanya. Yang bisa dilakukan hanya menggeleng gelengkan kepala karena kedua tangannya tertarik dengan begitu kuatnya oleh ikatan itu, tak sedikitpun dia bisa menggerakkan ataupun menekuk lengannya, hal ini membuat dadanya selalu tampak membusung dan naik turun seiring nafasnya. Si komandan rupanya tidak begitu berminat dengan kondisi demikian, karena dia tampak ngeloyor melewatiku dan keluar kamar. Rupanya bagi dia uang dalam jumlah besar adalah yang utama baginya. Beda dengan Wok dan Jon yang rupanya sudah dikuasai nafsu melihat posisi istriku terlentang tak berdaya. Wok tampak perlahan mendekati bagian bawah ranjang, lalu dengan perlahan pula tubuhnya mulai menindih tubuh Merry yang tampak meronta dan meregangkan tubuhnya mencoba untuk menghindar. Tetapi percuma karena posisi kaki Wok sekarang sudah mengunci pinggulnya. Kedua tangannya mulai menggerayangi perut Merry, bergerak keatas, merasakan dada yang membusung begitu kenyal di genggaman jari jarinya. Akhirnya kancing daster istriku mulai dibuka satu persatu. Setelah kancing itu terbuka semua, tangan Wok menyibak sisi sisi daster itu ke samping kiri dan kanan. Pemandangan yang nampak berikutnya membuat mereka berdua menelan ludah masing masing. Tubuh Merry yang setengah tertindih menampakkan perut yang sedikit gemuk tetapi sangat menggairahkan, pusarnya nampak jelas di tengah tengah kulit perutnya yang sangat mulus itu. Sepasang payudara yang sangat montok tampak tegak menantang untuk segera dimainkan, dengan sepasang putting susu kecoklatan yang mulai keliatan tegak mengacung sangat menggemaskan untuk segera dinikmati. Leher jenjang nya sangat menggairahkan untuk segera dicium. Sedangkan lengan nya tampak begitu bulat montok terpentang ke sisi kiri kanan ranjang, menampakkan lembah ketiak yang begitu mulus dan membuat dua lelaki itu tidak sabar untuk merasakannya. Wok tidak berhenti sampe di situ saja, pisaunya langsung menelusup ke lengan baju istriku, dan Breett…..daster itu terlepas sempurna dari tubuh Merry. Dengan sekali sentakan daster itu direnggutkan dari bawah punggung Merry dan dicampakkan ke lantai. Tinggal lah Merry memakai CD berwarna biru muda yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Jon yang berada di sisi atas ranjang dekat kedua tangan istriku terikat lalu nampak melonggarkan sumpalan di mulut istriku. Sebelum kain itu dilepas, wok sempat mengancam dengan pisaunya supaya istriku tetap diam dan tidak bergerak. Setelah kain sumpal mulut itu dilepaskan, Merry Cuma bisa menatap ngeri pada kedua orang itu, yang sudah jelas akan bertindak tidak menyenangkan pada dirinya. Wok lalu beringsut ke pinggir tubuh istriku, melepaskan gelungan rambut Merry sehingga rambutnya tergerai lepas semakin menambah kecantikan dari istriku itu. Tangan nya mulai dengan meraba raba perut Merry yang datar itu, mengelus elus pinggang dan pusarnya, membuat Merry hanya bisa memalingkan wajahnya tak kuasa untuk melawan. Gerayangan tangan wok terus menuju kearah payudaranya, merasakan begitu padat dan kenyalnya payudara Merry. Merry yang diperlakukan seperti itu akhirnya hanya bisa menahan tangisnya, semakin lama usapan tangan wok di sekitar payudaranya akhirnya membuat tangisnya pecah kembali. “Sssttt….diam kamu…diam kamu..!!”, hardik wok sambil mencekik leher Merry. Membuat Merry terhenyak terdiam ketakutan setengah mati. Wok melepaskan cekikan tangan nya pada leher Merry dan tangannya kembali menelusur ke bawah melewati leher bahu dan mengusap ketiaknya. Seketika Merry menggerinjal kegelian, karena aku tau di bagian itulah salah satu titik tubuhnya yang paling sensitive. Wok juga tampak menyadari hal itu, dia tampak terpana dengan reaksi kegelian Merry, dia nampak berpikir sesuatu dan lalu menindih kembali tubuh Merry pada bagian perutnya. Sebelum bertindak lebih lanjut dia nampak menyuruh Jon melakukan sesuatu untuknya, tak jelas apa yang diminta karena Jon nampak melangkah keluar sambil terkekeh kekeh. “Sekarang saatnya kembali ke urusan kita ya sayang”,seloroh Wok sambil memeluk erat tubuh istriku. “Kamu katakan dimana kamu menyimpan uang maka ini gak bakal lama akan selesai”,sambungnya. Istriku cuma terdiam saja melihat wajah lelaki itu. Jari tangan kiri wok lalu dengan perlahan mengusap payudara kanan Merry, menikmati kelembutan nya, perlahan mengarah ke ujungnya dan akhirnya jari telunjuknya mulai memainkan putting susu Merry, mengusap tepat ujung putingnya, memutar mutar jarinya, membuat putting susu itu melenting kesana kemari karena sudah mulai mengeras. Merry cuma bisa menutup mata sambil memalingkan wajahnya,mulutnya terkatup rapat menahan kelakuan Wok itu, tentunya dia merasa kegelian dengan permainan jari lelaki itu. Beberapa saat kemudian Merry hanya bisa sesenggukan dan akhirnya menangis lagi. Air matanya tampak deras mengalir. “Nangis lagi….nangis lagi”, gertak Wok dengan geram. “Ayo sekarang coba kalo bisa nangis lagi…Haaa”. Wok tampak dengan cepat memberosotkan tubuhnya, dengan cepat kedua kakinya mengunci gerakan pinggul Merry, wajahnya menunduk didekatkan dada Merry, sementara kedua tangannya tampak mengusap pinggang Merry, bergerak keatas, kesamping payudara dan akhirnya dengan gemas jari jarinya seakan meraup ketiak Merry. “Kitik kitik kitik kitik……kitik kitik kitik kitik…ayo nangis lagi sekarang…hayooo…kitik kitik kitik kitik…ayooo nangis lagi…..kitik kitik kitik….hehehe”. Wok dengan kurang ajarnya menggelitik ketiak Merry yang terpentang lebar itu. Merry awalnya masih menangis tetapi sedetik kemudian seakan tersengat listrik akibat gelitikin Wok itu. Tubuhnya spontan berontak dengan kuat, tangan nya tampak berusaha keras dengan liar untuk lepas dari ikatan itu. Tetapi percuma karena ikatan itu begitu kuatnya. Usahanya hanya untuk menekuk lengan nya saja tidak bisa, sehingga ketiaknya tetap saja terpentang dengan lebar, membuat leluasa Wok yang terus menggelitik bawah lengannya. “Hayoo…mau nangis lagi….kitik kitik kitik kitik……sllruupp…cup..cupp..muuaahhh”. Tampak wok sambil terus menggelitik mulutnya sempat mengecup putting susunya, menyedotnya,dan memainkan lidah kasarnya di puncak putting susunya. Merry menjadi histeris, tangisnya ternyata tidak mampu menahan ketawa akibat rasa gelinya itu. Sambil menahan tangis,Merry gak bisa menahan ketawanya juga. “Jangaaannnnn…..hoohh….hoohh…hehehehehe……eemmhhhh… ..hehehehe…..Geliiiiii…..iiihhhhh……hehehehehe……”,c uma itu yang terdengar dari mulut Merry. Wok dengan terampilnya tetap memainkan jari jarinya itu, seakan menari nari di lembah ketiak istriku yang harum itu, terkadang tangannya berpindah ke samping payudara Merry, bergerak ke bawah lagi,jarinya tetap menari di pinggang Merry, membuatnya berkelojotan bak cacing kepanasan, kegelian tak tertahankan, tetapi juga tidak berdaya apa apa karena pinggulnya yang juga seperti didekap dan dipeluk oleh kedua kaki Wok. “Katanya mo nangis…ayoo nangis terus….kitik kitik kitik kitik kitik ….. hahahahaha….asyik kan…hayoo…mau apa kamu…kitik kitik kitik kitik…..kitik kitik kitik kitik”, seloroh Wok menggoda Merry sambil tak henti hentinya menggelitiki tubuhnya. Darahku sudah naik keatas kepala rasanya melihat kejadian itu. Aku juga berusaha berontak tetapi ikatan di kursi ini membuatku tak bisa bergerak sama sekali, ditambah rasa pusing akibat kebentur di lantai masih membekas terasa sekali di kepala.Cerita Dewasa - Istriku dikerjai perampok bejat2 “Muuacchhh..muaacchhh…kitik kitik kitik kitik…..kitik kitik kitik kitik”,cuma itu yang terus kudengar dari Wok, sementara Merry masih meronta ronta liar kegelian sambil meracau tak karuan. Hampir lima menit itu dilakukan Wok kepada Merry, hingga akhirnya berhenti. “hehehehe…asyik kan”, kata wok melepaskan tangannya dari ketiak Merry sambil bangun tetapi masih dalam posisi menduduki perut Merry. “Pake ini Wok”, seru Jon yang tiba tiba sudah berada di bagian bawah ranjang. Dan kulihat dia melemparkan pena yang kutahu ada di meja kerjaku. Pena dengan tinta cair. Terbuat dari perak dan ujungnya tersimpul helaian bulu burung Elang. Aku tersirap lagi melihatnya….aku tau yang mau dilakukan mereka. Nafasku semakin memburu melihat gelagat itu. Wok nampak dengan gembira memungut pena itu, hanya saja bukan ujungnya yang akan dia gunakan melainkan bulu elang yang ada di pangkalnya. Dengan nakal dia memperlihatkan bulu elang itu pada Merry, sambil digerak gerakkan. Merry nampak melotot matanya membayangkan apa yang akan terjadi. Tangan wok lalu meraup payudara kanan Merry, siku kanan nya yang memegang bulu menekuk menahan dada Merry. Pegangan Wok mengerucut pada bagian atas payudara Merry, membuat bagian atas payudara itu mencuatkan putingnya yang sudah tegak. Wok tampak menjilat beberapa kali ujung bulu elang itu, membuatnya tampak runcing, lalu dengan perlahan sekali menundukkan kepala sambil mendekatkan ujung bulu elang itu ke ujung putting susu Merry. “Siap..satu…hehehe..dua…”,Wok benar benar menggoda Merry sebelum mengerjainya. Membuat Merry langsung memalingkan kepalanya jauh ke samping. Dan…ujung bulu elang itu dengan perlahan mulai bersentuhan dengan ujung putting susunya, mengusap usapnya dengan gerakan halus dan lembut. Membuat Merry bagai tersengat listrik lagi, tubuhnya mengejat seiring usapan bulu itu pada putingnya. Dengan terampil Wok menggerakkan pena bulu itu, sengaja membiarkan ujung bulunya tidak menyentuh lingkaran susunya tetapi hanya mengusap tepat di ujung putingnya saja, membuat Merry menjerit tertahan histeris. Gelitikin yang terasa pada ujung putingnya seakan akan terdapat aliran listrik yang menyengat simpul simpul syarafnya. Tangan nya mengepal berusaha berontak kembali, lengan nya nampak menegang kuat, bibirnya terkatup rapat dan matanya terpejam. Wok tampak sangat menikmati sekali permainan itu, sambil terus mengusap usapkan bulu itu ke putting susu istriku, sesekali dia melirik reaksi wajah Merry dan terkekeh kesenangan. “Hiii..hi…ayoo..aku mau bikin penthil kamu sekeras mungkin sayang…..hehehehe”,seloroh Wok. Dan perubahan itupun jelas terjadi, setelah beberapa menit berlalu, aku tidak pernah melihat putting susu istriku mencuat setegak itu, lingkaran susunya tampak membengkak merah, bintik bintiknya terlihat jelas dan putingnya mencuat merah hampir setinggi ujung jari kelingking. Kelihatan keras sekali karena usapan dari bulu itu tidak membuat putting itu bergerak sama sekali, pertanda bahwa putting itu sangat kaku. Wok tampak puas melihat hasil kerjanya, setelah meletakkan pena bulu itu di samping tubuh istriku, tubuhnya kembali mendekap Merry, tangan kanannya bergerak meraup payudara kiri Merry dan meremas remasnya dengan kuat. “Tetek kok montok banget gini sih…heheh”, kelakar Wok yang semakin membuat aku panas melihatnya. Tanpa diduga mulutnya dengan cepat mencucup putting kanan yang tadi sudah keliatan menegang sekali itu,menghisapnya dengan kuat, sampe seluruh lingkaran susu yang memerah itu tenggelam dalam mulut Wok. “shlrruupppp……shlruupp..” suara yang ditimbulkan karena sedotan mulutnya terdengar keras, kecipak lidahnya juga tampak saat melumat putting susu Merry, membuat Merry terlonjak hingga melengkung tubuhnya ke atas tak tahan dengan perlakuan Wok, tubuhnya merenggut kesana kemari tetapi tak kuasa melepaskan pagutan wok dari payudaranya. Puas melumat putting susu istriku, Wok melepaskan pagutannya. Dia beringsut turun sambil tangannya masih meremas dan menggerayangi sekujur tubuh Merry. “Nikmat bener teteknya tuh Jon”,seloroh Wok pada temannya. Jon tampak biasa aja melihatnya. Wok mengerling kepadaku. “Kamu suka kan ngeliat istrimu kayak gitu tadi…hehehehe”,lontar wok padaku. Aku cuma memandang wok dengan penuh dendam saat itu. Wok tak perduli dengan pandanganku, dia tampak masih terpikat dan bernafsu mengerjai istriku yang nampak masih terngah engah nafasnya. Dia lalu mengambil posisi di samping tubuh Merry,mengerling nakal pada istriku yang sudah mulai kelelahan itu. “Penthil mu emang bikin nafsu banget sayang”,seloroh Wok sambil semakin mendekat ke Merry. Dua jari telunjuknya digerak gerakkan nakal depan wajah istriku. Dan seketika itu juga dua jari telunjuknya dimainkan di kedua putting susu Merry secara bersamaan. Telunjuknya bergetar cepat,menggelitik putting susu yang masih menegang itu. Merry sampai terhentak nafasnya, matanya terpejam dan terdongak keatas. Sentilan cepat dari telunjuk wok membuat putting susu istriku melenting kian kemari dimainkan olehnya. Lalu wok mendekatkan wajahnya ke ketiak Merry, mengendus endus keharuman tubuhnya sambil masih terus memainkan putting susu itu tanpa henti. “Ketiak yang harum….enaknya emang buat dikitikin neh”,kata wok nakal pada istriku. Mendengarnya istriku cuma bisa menggeleng gelengkan kepalanya,dia sudah kelelahan akibat terkuras tenaganya sewaktu berontak tadi. Tetapi kayaknya wok masih belum puas mengerjai istriku lagi. Cukup lama dia memainkan putting susu istriku seperti itu, akhirnya dia beringsut agak ke bawah dengan posisi masih di samping Merry,tanpa diduga kedua tangan nya kembali meraup ketiak Merry secara bersamaan. Memainkan jari jarinya tetapi dengan lebih brutal,jari jarinya bergerak cepat sekali menggelitik kedua ketiak Merry tepat di tengah nya, membuat Merry malah seakan terbungkam,tak kuasa mengelak,tubuhnya hanya menggeliat geliat kegelian yang makin membuat wok bernafsu menggelitikinya. Merry hanya bisa berusaha menjauhkan ketiaknya dari jangkauan tangan wok, memiringkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, berusaha keras mengatupkan lengannya, tetapi hal yang sia sia saja, kedua lengannya tetap terentang dengan kuatnya ke samping, membuka ketiaknya lebar lebar, memberi kebebasan pada lelaki itu untuk memainkan jari jarinya disana. Dan seloroh godaan yang membuat aku makin muak itu terdengar lagi. “kitik kitik kitik kitik…..kitik kitik kitik kitik ……kitik kitik kitik kitik…”. Kali ini tanpa henti dia menggelitiki istriku. Hampir 10 menit itu berlalu, dan aku tidak bisa lagi membedakan suara Merry antara tertawa dan menangis, yang ada hanya rontaan tubuhnya yang makin lama makin lemah seiring dengan terkurasnya tenaga dia. Tubuh istriku tampak sudah mengkilap bermandi keringat, rambutnya nampek lengket lengket di kening dan lehernya. Akupun sudah tertunduk lesu pasrah dengan yang sudah terjadi. Pada saat itu akhirnya wok menghentikan gelitikannya. Dengan menyedot keras putting susu istriku, dia lalu bangun dan beringsut ke dekat jendela,tampak puas dengan permainannya tadi. Aku menoleh dan baru sadar kalo si pimpinan ternyata bersandar di pintu kamar tersenyum melihat tingkah laku anak buahnya. Si komandan lalu tampak mendekat ke anak buahnya, berbicara sesuatu yang aku tidak bisa mendengarnya. Lalu wok keluar dari kamar entah menuju kemana. Jon tampak mendekati istriku dengan perlahan, ternyata dia kembali menyumpal mulut Merry dengan sapu tangan dan mengikatnya hingga ke belakang kepala Merry. Istriku nampak melotot saja sambil terus mengawasi pergerakan kedua lelaki itu. Setelah Jon mengikat sapu tangan itu ke mulut Merry, tangannya mulai menggerayang ke tubuh istriku, pandangan nya nampak terpaku pada payudara istriku yang masih nampak bercak bercak kemerahan bekas dimainkan si Wok tadi. Sesekali dia meremas lembut payudara itu, memainkan putingnya dan mengecupnya beberapa kali. Merry masih terdiam saja dengan perlakuan itu. Tangan Jon kemudian bergerak ke bawah, menelusup ke CD istriku. Merry nampak berusaha menggerakkan pinggulnya dengan maksud menghindari tangannya, namun tangan Jon telah menelusup ke dalam CD nya dan dengan sekali sentak memelorotkan kain biru segitiga itu dengan mudahnya ke bawah, menariknya kasar hingga robek dari selangkangan istriku. Merry nampak menjerit tertahan, aku dengan jelas melihat kemaluan istriku sendiri. Rambutnya yang nampak cukup lebat namun rapi dan gundukan kemaluan yang nampak sangat menggairahkan. Jon lalu mengusap ngusap permukaan vagina Merry yang mulai mengerang tidak jelas karena tersumpal mulutnya. Jari Jon nampak sesekali hendak dimasukkan ke dalam tetapi tidak jadi, kembali mengusap ngusap bagian permukaannya saja, sementara tangan kanannya masih asyik meremas remas payudara Merry. Dan saat itu juga nampak Wok kembali masuk kamar, melangkah dengan cepat dan membawa sesuatu yang membikin aku tambah lemas, sebuah kemoceng… Tanpa menunggu lama Wok mendekati ranjang, sambil duduk di pinggiran ranjang, dia langsung mengusapkan kemoceng bulu itu ke dada Merry yang seketika itu juga tersentak kaget. Aku sudah panas kembali melihatnya. Kelakuan Wok ini memang benar benar keterlaluan, karena dia sengaja ingin mempermainkan istriku, mengerjai istriku dengan memanfaatkan tubuh istriku yang memang tidak tahan geli itu. Kemoceng itu diusapkan dengan gerakan cepat, mengusap permukaan kedua payudara Merry, menggelitik putting susunya , kemudian mengarah ke samping payudara nya, mengarah ke ketiak Merry, memutar mutar kepala kemoceng itu di ketiak Merry, kemudian turun ke pinggang, perut dan pusarnya juga tak luput dari gelitikan kemoceng itu. Benar benar membuat Merry seakan mati kutu, kali ini tertawanya tampak lepas cuma tertahan oleh sumpalan di mulutnya. Yang terdengar olehku hanyalah ketawa dan jeritan histerisnya. Mata Merry nampak terbeliak ke atas, yang bisa dilakukan hanyalah meronta, tertawa dan tertawa kegelian. Aku juga tahu bahwa Merry merasa sudah tidak punya harapan untuk bisa lepas lagi, yang dia inginkan hanyalah orang itu menghentikan gelitikannya saja. Beberapa saat kemudian nampak Merry menjerit keras, kedua kakinya menendang nendang sekenanya. Baru aku sadar bahwa komandan itu rupanya tengah menggelitiki telapak kakinya. Tanpa kesulitan dia melakukan itu karena kedua pergelangan kaki Merry terikat erat ke besi ranjang, apapun yang dilakukan Merry tidak bisa menghindarkan telapak kakinya dari sentuhan jari jari komandan itu. Dan seketika itu juga tampak Wok melepaskan kemocengnya tetapi berganti menangkap pinggul Merry, kemudian nampak dia membuka lebar paha merry dan duduk di tengahnya, kedua kaki Wok diletakkan di bawah paha Merry sehingga pinggul Merry terganjal oleh paha Wok. Dengan tak diduga wok kembali memungut pena bulu elang itu. Tangan kirinya nampak menguak vagina Merry, melebarkan celah kemaluan itu dan tangan kanan nya nampak mulai mengusapkan bulu itu ke celah vagina istriku….memutar mutarnya, dan sesekali mengusap selangkangan Merry. Jon yang masih berada di pinggir ranjang memanfaat kan kesempatan itu untuk memagut payudara Merry, menghisap hisap putingnya, memainkan lidahnya di putting susu Merry sambil memeluk erat istriku, lalu tangan nya tampak gemas meraih ketiak Merry dan menggelitiknya bersamaan dengan menghisap putingnya. Kini yang kulihat berubah menjadi mengerikan, pemandangan di depanku berubah menjadi suatu siksaan bagi Merry. Telapak kakinya nampak mengejang digelitiki komandan, pinggulnya berontak berusaha menghindari sapuan bulu di vaginanya, putting susunya dihisap dengan kuat oleh mulut Jon, sementara ketiaknya menjadi mainan bagi jari jari Jon. Merry hanya bisa menggeleng gelengkan kepala dengan meracau yang tidak jelas. Sementara yang terdengar hanya suara suara godaan dan seloroh nakal dari para lelaki itu, suara suara godaan kitikan dari mulut mereka, suara kecupan dan sedotan di payudara istriku. Aku sudah tak tahan lagi…. Dengan sekuat tenaga aku memberontak dan membuat kursiku terguling. Mereka spontan berhenti semua. “Mau apa kamu heee!!”, bentak mereka Sambil meludah ludah menahan emosi dan pedih di kepala, aku berusaha bicara. “Brankas ada di ruang sebelah….kuncinya 3366”, kataku sambil terengah engah. “Tapi demi Tuhan lepaskan istriku…!!!”, teriakku “Hehehehe…..akhirnya menyerah juga”, tawa mereka. Akhirnya komandan itu berlalu ke sebelah. Nampak Jon bangkit dan mengemasi beberapa barang berharga yang ada di kamar ku. HP dan sedikit uang cash yang ada di lemari tampak dia masukkan kedalam tas nya. Cuma Wok yang nampaknya belum mau mengakhiri permainan nya dengan istriku. Dengan cepat nampak dia malah melepas celananya sendiri dan telanjang, membuka kacamata hitamnya dan topinya. “Mau apa kamu….kurang ajar..!!!”, bentak ku yang sudah tau gelagatnya bahwa dia mau memperkosa merry sekarang. “Apa pedulimu?? Mau gua entot istrimu…..emang kenapa??!!” sergahnya tidak kalah kasar. Jon malah mendekatiku dan menyumpal mulutku kembali, tapi dia juga menggulingkan kursiku ke belakang, membuat aku tertekuk ke dinding, sakitnya di punggung bukan main. Tetapi aku masih melihat dengan jelas Wok yang nampak mendekati Merry. Istriku mulai menjerit jerit tetapi tak berdaya ketika Wok dengan bebas dan kuatnya mengangkangkan paha istriku. Pedih sekali melihatnya… Hancur aku melihatnya Dan aku hanya bisa menangis Berikutnya aku cuma bisa sekelebat melihat jeritan Merry dan Wok yang nampak dengan gerakan memompa dan mengayun pinggulnya, tanda bahwa penisnya sudah masuk ke kemaluan istriku. Gerakan itu makin lama makin cepat. Dan Wok nampak sangat menikmati jepitan vagina merry. Mulutnya sampe mendesis desis kenikmatan. Sementara ranjang sampe dibuat berderak oleh saking kuatnya gerakan memompa Wok di vagina istriku. Aku perhatikan Wok dengan seksama……tiba tiba berbagai macam kelebatan bayangan berkecamuk di pikiranku. Iya betul…..kayaknya aku mengenal orang itu, orang yang selama ini aku tau pernah menjadi tukang parkir di kantorku. Iya betul….tidak salah lagi. Orang yang kadang membukakan pintu mobilku, mengarahkan parkir mobilku dan membukakan pintu buat istriku apabila sedang mampir ke kantorku. Tidak salah lagi….orang itu yang punya warung di dekat jalan kantorku. Pikiranku langsung hilang seiring dengan teriakan Wok yang cukup keras “Hoohhh…hoohhh…hoohhh..ampuuun..enaknya sayang…..OOOhhhh”,dan dengan mengejan nampak Wok memuncratkan spermanya ke dalam vagina istriku. Dan Merry nampak langsung terkulai dengan lemasnya. “Ayoooo…keluar sekarang”, teriakan komandan yang sudah memanggul karung yang jelas berisi uang dari brankas. “terima kasih yha….”, bilang komandan pada aku Dan komandan nampak menghampiri merry, dengan sekali sentak saja dengan pisau, diputusnya kedua ikatan di tangan Merry. Wok nampak memakai celananya kembali dan ngeloyor keluar sambil sempat mengerling dengan bengis kepadaku yang aku balas dengan mata melotot juga walau masih dalam posisi tertekuk dan terikat di kursi. Mereka pergi…iya betul…mereka benar benar pergi. Aku coba memanggil manggil merry yang masih lemas sekali kelihatannya. Baru sekitar 10 menit dia tampak bergerak, dengan lesu dan terdiam dia melepas ikatan kakinya. Sambil menangis lalu menghampiri aku, melepaskan ikatanku dengan kondisinya yang masih telanjang itu, setelah lepas aku langsung memeluknya erat. Menciuminya dan mengelus rambutnya, mencoba menenangkan dirinya.Cerita Dewasa - Istriku dikerjai perampok bejat3 SKIP…….. Kejadian itu sudah berlalu dan jadi momok bagi kami. Istriku masih shock berat. Sementara aku juga masih teringat jelas kejadian itu, teringat dengan Wok..orang yang paling kubenci dan aku mendendam sekali sama dia. Laporan ke Polisi sama sekali kuacuhkan, aku malah mengumpulkan para anak buah kepercayaanku, tanpa bercerita aku minta mereka mencari keberadaan Wok. Setelah beberapa hari kabar baik kuterima dari anak buahku. Keberadaan Wok ditemukan. Kusuruh mereka menguntit dan mengambil foto dari tempat tinggalnya. Setelah aku dapat beberapa gambarnya, aku yakin dengan 100% bahwa itu memang si bandot kurang ajar yang memainkan istriku. Beberapa foto keluarganya juga kudapatkan dari anak buahku, dan foto yang membuat aku mempunyai beberapa rencana adalah….foto istrinya. HHmmmm……. Sebuah rencana langsung kususun, beberapa saat kemudian aku menelpon beberapa orang anak buahku. Selesai itu aku termangu sendiri. Sreekk….kubuka laci dan aku keluarkan sebuah kuas, pena bulu elangku dan aku pandang kemoceng yang tergeletak di meja kerjaku. Aku ambil kuas bulu itu, aku mainkan di tanganku sambil memandang foto perempuan itu……..sebuah alur rencana langsung terpikir di bawah otakku. T A M A T Balas Dengan Quote
Langganan:
Postingan (Atom)